Bagikan:

NUSA DUA - Country Director untuk Indonesia dan Timor-Leste, East Asia dan Pacific World Bank, Carolyn Turk menyampaikan harga beras di Indonesia lebih tinggi 20 persen dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.

"Kami memperkirakan, konsumen Indonesia membayar hingga 20 persen lebih mahal untuk makanan mereka," ujarnya dalam acara Indonesia International Rice Conference yang digelar di Nusa Dua, Bali, dikutip Jumat,20 September.

Carolyn menjelaskan tingginya harga beras di Indonesia salah satunya disebabkan oleh pembatasan impor dan keputusan pemerintah menaikkan harga jual beras sehingga melemahkan daya saing pertanian.

Menurut Carolyn, pendapatan petani di Indonesia masih di bawah 1 dolar AS artinya dalam setahun diperkirakan penghasilan petani Indonesia hanya kurang dari 341 atau dolar AS.

"Yang kita lihat adalah bahwa pendapatan banyak petani marjinal sering kali jauh di bawah upah minimum, bahkan sering kali berada di bawah garis kemiskinan," ujarnya.

Menurut Carolyn investasi bisa mengurangi dampak kerugian dan membuka peluang dalam meningkatkan produksi dengan membangun ragam infrastruktur dengan teknologi modern dan infrastruktur penunjang lainnya.

"Penting untuk berinvestasi pada pendorong produktivitas pertanian. Kami telah menyarankan bahwa penelitian dan penyuluhan merupakan bidang yang penting untuk diperhatikan," katanya.

Carolyn menyampaikan bahwa pihaknya membuka pintu kepada negara-negara yang ingin memperoleh pendanaan untuk berinvestasi di sektor pertanian dan menawarkan teknologi Climate Smart Agricuture (CSA) yang diklaim sukses diadopsi di Indonesia.