Bagikan:

NUSA DUA - Perum Bulog beberkan sejumlah tantangan yang signifikan sehingga dapat mengganggu kondisi produksi beras global. Adapun hal tersebut sampaikan dalam dalam gelaran Indonesia International Rice Conference (IIRC) 2024 di Nusa Dua Bali pada 19-21 September 2024 dihadapan para pelaku industri perberasan dari 16 negara.

Adapun acara tersebut turut dihadiri dari Indonesia, United kingdom, Pakistan, Philipines, Singapore, Japan, Vietnam, India, Thailand, Cambodia, United Arab Emirates, Lao peoples democratic, Myanmar, South africa, Republic of korea, Malaysia, China dan Timor Leste.

Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum Bulog Sonya Mamoriska menyampaikan sejumlah tantangan tersebut mengancam stabilitas dan produksi beras global.

"Saat ini, produksi padi dihadapkan pada serangkaian masalah yang berdampak luas pada masyarakat lokal dan sistem pangan global," ucapnya dalam acara Indonesia International Rice Conference (IIRC) 2024, Kamis, 19 September.

Sonya menyampaikan tantangan pertama yaitu perubahan iklim yang mempengaruhi hasil panen beras ditingkat global. Lantaran hal tersebut akibat cuaca yang tidak dapat diprediksi, peningkatan suhu, dan kejadian cuaca ekstrem seperti banjir dan kekeringan memengaruhi hasil panen padi di seluruh dunia.

"Perubahan ini tidak hanya mengganggu musim tanam, tetapi juga memperburuk kelangkaan air, sumber daya penting untuk budidaya padi," ujarnya.

Sonya menyampaikan tantangan kedua yaitu faktor lingkungan dimana penyakit dari masa lalu dan spesies hama yang semakin beragam dan sulit diberantas. Sehingga menambah beban bagi petani yang sudah menghadapi tantangan akibat perubahan iklim.

Adapun tantangan ketiga yaitu dari tekanan ekonomi seperti volatilitas pasar, pembatasan perdagangan, dan kenaikan biaya input pupuk dan energi sehingga bagi menambah beban bpetani.

"Dampaknya banyak petani yang semakin sulit mempertahankan operasi yang menguntungkan," ucapnya.

Menurut Sonya tantangan berikutnya yaitu konflik geopolitik yang menyebabkan gangguan pada rantai pasok global, sehingga menyebabkan harga beras cenderung mengalami perubahan harga yang tak menentu.

"Akibatnya, jutaan orang yang bergantung pada beras sebagai makanan pokok menghadapi kerentanan yang lebih besar terhadap kerawanan pangan," ucapnya.

Menurut Sonya bahwa beragam tantangan tersebut menunjukkan perlunya pendekatan adaptif terhadap produksi beras dan masyarakat global harus menyadari bahwa metode pertanian dan distribusi tradisional tidak lagi memadai dalam menghadapi ancaman yang terus berkembang.

"Jelas bahwa untuk mengamankan masa depan beras, kita memerlukan solusi yang inovatif, berkelanjutan, dan kolaboratif yang dapat membantu kita mengatasi tantangan global ini," pungkasnya.