Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eniya Listiani Dewi mengungkapkan, saat ini kementeriannya tengah mengkaji opsi untuk mengalihkan ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah yang ditujukan kepada negara di Eropa untuk digunakan bagi kebutuhan dalam negeri.

Adapun besaran CPO yang bakal dialihkan sebesar 3 hingga 5 juta ton CPO dan direncanakan akan digunakan bagi program mandatory biodiesel B50 yang merupakan campuran 50 persen solar dan 50 persen CPO.

"Nanti ada skenario misal kita ke B50 idenya Pak Mentan menyatakan bahwa pungutan ekspor kan bisa naik, kita dapat harga internasional CPO bisa dijual tinggi, caranya mungkin kita yang Eropa ditahan dulu jadi enggak kirim ke Eropa," ujarnya yang dikutip Selasa 10 September.

Dikatakan Eniya, hal ini sejatinya merupakan ide Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman untuk mengalihkan ekspor CPO Indonesia yang tertahan imbas regulasi Eropa terkait EU Deforestation Regulation (EUDR).

"Eropa paling ribut masalah CPO, ya tidak usah dikirim saja! Sehingga harga ke negara lain bisa naik, sehingga pungutan ekspor bisa dapat lebih banyak," sambung Eniya.

Hadir dalam kesempatan yang sama, Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Edi Wibowo menyebut hingga saat ini terdapat 3 hingga 5 juta ton CPO Indonesia yang masih tertahan imbas kebijakan tersebut. Program ini juga sejalan dengan pernyataan Presiden Terpilih, Prabowo Subianto yang menyatakan akan memanfaatkan CPO untuk kebutuhan biodiesel.

"Selisih antara 3-5 juta ton yang selama ini diekspor ke Eropa jadi masalah di sana, daripada digunakan di sana, kemarin kan disampaikan Pak Prabowo, daripada kamu tidak mau beli, aku akan menggunakan dalam negeri salah satunya untuk program Kementan, itu yang didorong B50," beber Edi.

Sementara itu program biodiesel 50 akan dipercepat penerapannya di masa pemerintahan Prabowo Sumbianto-Gibran Rakabuming Raka.

Awalnya, program tersebut ditargetkan dimulai pada 2029, namun dipercepat menjadi tahun depan.

Menanggapi rencana ini, Analis Kebijakan Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Nursidik Istiawan mengaku belum melakukan kajian terkait dampak implementasi program Prabowo-Gibran tersebut.

“B50 dampak ke ekspor, kami belum melakukan perhitungan ke arah sana,” ujar Nursidik dalam Press Tour Kontribusi Sawit untuk APBN dan Perekonomian, ditulis Jumat, 30 Agustus.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan penerapan B50 akan menyedot produksi kelapa sawit yang dialokasi untuk ekspor.

Berdasarkan data Gapki, produksi minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dalam negeri tercatat 54,84 juta ton. Produksi tersebut diserap untuk konsumsi sebanyak 24,34 juta ton.