Bagikan:

BELITUNG TIMUR - Program biodiesel 50 atau B50 akan dipercepat penerapannya di masa pemerintahan Prabowo Sumbianto-Gibran Rakabuming Raka.

Awalnya, program tersebut ditargetkan dimulai pada 2029, namun dipercepat menjadi tahun depan.

Menanggapi rencana ini, Analis Kebijakan Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Nursidik Istiawan mengaku belum melakukan kajian terkait dampak implementasi program Prabowo-Gibran tersebut.

Termasuk, sambung Nursidik, mengenai potensi penurunan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunnya.

“B50 dampak ke ekspor, kami belum melakukan perhitungan ke arah sana,” ujar Nursidik dalam Press Tour Kontribusi Sawit untuk APBN dan Perekonomian, ditulis Jumat, 30 Agustus.

Namun, Nursidik mengatakan, pihaknya akan segera melakukan kajian mengenai rencana Prabowo-Gibran tersebut.

Kajian ini akan dilakukan bersama dengan tim pendapatan negara yang sudah dibentuk.

“Kami coba teliti kembali bersama tim yang telah dibentuk, terutama di tim kebijakan APBN, pendapatan negara secara bersama-sama akan kami coba teliti,” jelasnya.

Penerapan B50 Sedot Alokasi Ekspor

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan penerapan B50 akan menyedot produksi kelapa sawit yang dialokasi untuk ekspor.

Berdasarkan data Gapki, produksi minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dalam negeri tercatat 54,84 juta ton. Produksi tersebut diserap untuk konsumsi sebanyak 24,34 juta ton.

Terdiri dari pangan 10,30 juta ton, oleokimia 2,27 juta ton dan biodiesel 35 (B35) 11,77 juta ton. Sedangkan alokasi minyak sawit mentah untuk ekspor sebesar 30,50 juta ton.

Jika program B40 dijalankan di tahun depan, maka konsumsi dalam negeri akan bertambah karena ada peningkatan serapan pada biodiesel. Sementara alokasi untuk ekspor berkurang.

Total konsumsi minyak sawit mentah menjadi 26,57 juta ton. Rinciannya, serapan ke pangan sebesar 10,30 juta ton, oleokimia 2,27 juta ton dan biodiesel 14,0 juta ton. Sedangkan alokasi minyak sawit mentah untuk ekspor sebesar 28,27 juta ton.

Begitu juga jika program B50 dijalankan di tahun depan, maka konsumsi dalam negeri akan bertambah karena ada peningkatan serapan pada biodiesel. Sementara alokasi untuk ekspor berkurang.

Total konsumsi dalam negeri akan meningkat menjadi 30,07 juta ton. Rinciannya, serapan ke pangan sebesar 10,30 juta ton, oleokimia 2,27 juta ton dan biodiesel 17,50 juta ton. Sedangkan alokasi minyak sawit mentah untuk ekspor akan sebesar 24,77 juta ton.

“Dampak Penerapan B50, produksi untuk alokasi ekspor berkurang. Penerimaan PE dan BK berkurang. Ketersediaan anggaran untuk subsidi biodiesel berkurang,” ujar Eddy.

Sebelumnya, Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana untuk menerapkan program B50 pada awal tahun depan.

Menurut dia, jika Indonesia bisa menerapkan B50, maka akan mengurangi beban impor bahan bakar minyak (BBM) hingga 20 miliar dolar AS per tahun.

“Dengan B50, 50 persen biodisel terbuat dari minyak sawit. Begitu kita mencapai B50, InsyaAllah pada akhir tahun ini, atau awal tahun depan kita akan menghemat 20 miliar dolar AS per tahun. Kita tidak perlu mengirim uang ini ke luar negeri,” ujar Prabowo dilansir dari Chanel News Asia, Jumat, 30 Agustus.