Bagikan:

JAKARTA - PT Barito Pacific Tbk berhasil membukukan kinerja positif di tahun 2020. Perusahaan dengan kode saham BRPT ini sempat terpuruk di semester I 2020 akibat tantangan berat pandemi COVID-19, namun berhasil membalasnya menjadi cuan dia akhir tahun.

Mengutip laporan keuangan perusahaan milik konglomerat Prajogo Pangestu itu di laman keterbukaan Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin 29 Maret, Barito Pacific mencatatkan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar 36,27 juta dolar AS sepanjang 2020, atau sekitar Rp522 miliar (kuras Rp14.400 per dolar AS).

Perusahaan milik orang terkaya nomor 3 di Indonesia ini berhasil menutup tahun dengan positif, setelah pada semester I 2020 membukukan rugi bersih hingga 8,8 juta dolar AS.

Meski begitu, perolehan laba sepanjang 2020 tersebut turun 17,8 persen dibandingkan dengan perolehan 2019 yang senilai 44,13 juta dolar AS. Selain itu, pendapatan Barito Pacific juga turun 2,8 persen menjadi 2,33 miliar dolar AS (Rp33,55 triliun) pada 2020, dibanding dengan raihan 2,4 miliar dolar AS di tahun sebelumnya.

Direktur Utama Barito Pacific Agus Pangestu mengatakan, meskipun terjadi dislokasi pasar akibat pandemi COVID-19, hasil kinerja keuangan perseroan pada 2020 tetap solid didukung oleh perbaikan industri petrokimia yang mengalami pemulihan permintaan selama paruh kedua 2020.

Hal itu tercermin dari entitas usaha BRPT di bidang petrokimia, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), mencatatkan EBITDA sebesar 121 juta dolar AS pada kuartal IV 2020, hampir dua kali lipat EBITDA sepanjang 9 bulan 2020 sebesar 65 juta dolar AS.

"Pemulihan ini didorong oleh peningkatan aktivitas industri terutama di China dan NEA yang memperkuat permintaan polimer," ungkap Agus.

Di sisi lain, BRPT berhasil menyelesaikan sejumlah proyek di tengah tekanan pandemi COVID-19. Barito Pacific menyelesaikan pabrik MTBE dan Butene-1 pada September 2020 sesuai dengan target yang telah meningkatkan kapasitas produksi TPIA menjadi 4,2 juta ton per tahun.

Selain itu, Chandra Asri menyelesaikan proyek Enclosed Ground Flare senilai 14 juta dolar AS yang akan membantu meminimalkan potensi dampak sosial dan lingkungan dari operasional petrokimia dan melanjutkan kemitraan dengan Total Solar DG untuk membangun panel surya dan instalasi fotovoltaik (PV).

Di bisnis panas bumi, Star Energy Geothermal (Star) berhasil mempertahankan tingkat kapasitas lebih dari 90 persen untuk ketiga asetnya, yaitu Wayang Windu, Salak dan Darajat. Star Energy juga berhasil menerbitkan obligasi senilai 1,11 miliar dolar AS, green bond pertama dari Indonesia yang mendapatkan peringkat investment grade pada 2020 dan oversubscribed 3,5 kali.

Adapun total aset BRPT pada akhir 2020 di posisi 7,68 miliar dolar AS, naik tipis 7 persen dibandingkan dengan posisi akhir 2019 sebesar 71,8 miliar dolar AS.