BANDUNG - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengidentifikasi sebanyak 3,8 juta hektar tanah ulayat perlu disertifikasi.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN Suyus Windayana saat ditemui dalam pembukaan Acara konferensi internasional pertama tentang Pendaftaran Tanah Ulayat di Indonesia pada 4-7 September di Bandung, Jawa Barat.
"Perkiraan kami ada 3,8 juta hektare (ha), ya (berdasarkan) inventarisasi awal kami," ujar Suyus kepada wartawan di Bandung, Rabu, 4 September.
Tanah ulayat tersebut tersebar di 16 provinsi, meliputi Sumatra Barat, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tengah, Papua dan Papua Barat.
Suyus bilang, sertifikasi tanah ulayat tersebut diproyeksikan bisa beres dalam kurun waktu 5 tahun mendatang.
"Cuma, kan, enggak mungkin diselesaikan sampai tahun ini. Jadi, kami secara bertahap akan selesaikan sampai 5 tahun ke depan," katanya.
Pada kesempatan sama, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memastikan, bahwa pemerintah akan mendata Tanah Ulayat di Indonesia dengan baik. Sehingga, dapat menghindarkan dari sengketa pertanahan yang selama ini terjadi.
Adapun salah satu upaya yang dilakukan yaitu Kementerian ATR/BPN menyelenggarakan konferensi internasional pertama tentang Pendaftaran Tanah Ulayat di Indonesia pada 4-7 September di Kota Bandung, Jawa Barat.
"Oleh karena itu kami, Kementerian ATR/BPN berupaya untuk meyakinkan setelah diidentifikasi dengan baik tanah-tanah ulayat tersebut, bordernya, batas-batasnya jelas. Dan pemerintah setempat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota juga memberikan pengakuan ataupun melegitimasi masyarakat adat di daerah mereka. Setelah itu, kami baru bisa melakukan pengukuran, pendaftaran dan juga pada akhirnya semua terdata dengan baik," ucapnya.
SEE ALSO:
Akan tetapi, AHY tidak menampik bahwa target investasi yang dibuat oleh pemerintah harus dikejar guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Sehingga, apabila dibutuhkan, pemerintah bisa melakukan pengadaan tanah ulayat untuk keperluan pembangunan negara.
AHY menyebut, bahwa bila tanah ulayat dibutuhkan untuk pembangunan, nantinya pemangku kepentingan wajib memberikan penjelasan yang dibutuhkan oleh masyarakat adat agar bisa dipahami manfaat pembangunan yang dilakukan.
"Tentu dalam prosesnya dan praktiknya, kami harus tetap menghargai serta menghormati segala-segala yang mereka telah miliki selama ini," pungkasnya.