JAKARTA - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengaku sudah mewanti-wanti tim presiden terpilih, Prabowo Subianto untuk mengamankan cadangan beras pemerintah (CBP) menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada).
Adapun Prabowo Subianto sendiri akan mulai menjabat menjadi presiden pada Oktober 2024. Sementara pilkada serentak 2024 akan digelar pada 27 November mendatang.
Arief mengatakan bahwa akan terjadi peningkatan kebutuhan beras jelang Pilkada jelang Pilpres yang sangat tinggi. Karena itu, kata dia, stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikuasai Bulog harus di atas 2 juta ton.
“Kami sudah sampaikan termasuk kepada tim daripada presiden elect, bahwa jangan sampai nanti pada saat pergantian pimpinan negara di bulan Oktober, kemudian November, Desember, Januari, Februari ini critical time,” tuturnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, Jakarta, Rabu, 4 September.
“Sehingga cadangan pangan pemerintah utamanya beras Bulog harus memiliki dan angkanya kami berharap bisa di atas 2 juta ton karena stok hari ini hanya 1,3 juta ton,” sambungnya.
Per 2 September, Arief mengatakan posisi CBP sebesar 1,39 juta ton yang terdiri dari stock on hand sebesar 1,31 juta ton dan dalam perjalanan sebesar 84.750 ton. Stok yang ada di dalam negeri tersebut tersebar di seluruh gudang Perum Bulog di kabupaten/kota di Indonesia.
Kondisi ini, sambung Arief, harus dipersiapkan. Apalagi pergantian pemimpin akan berlangsung tidak lama lagi, kemudian dilanjutkan dengan perhelatan pilkada serentak di November.
“Ini waktunya kita mempersiapkan stok cadangan pangan pemerintah, karena itu menjadi sangat kritikal. Sehingga kami sekarang ini sangat intens mempersiapkan cadangan pangan pemerintah khususnya beras,” jelasnya.
BACA JUGA:
Berdasarkan data Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistisk (BPS) amatan Juli update per 22 Agustus, Akan adanya peningkatan produksi beras pada Agustus, September dan Oktober masing-masing 2,85 juta ton, 2,87 juta ton dan 2,59 juta ton.
Selain itu, kata Arief, angka produksi pada Agustus hingga Oktober juga lebih besar dari angka konsumsi sebesar 2,58 juta ton per bulan. Menurut Arief, saat ini adalah waktu yang tepat untuk menyerap hasil produksi dalam negeri untuk CBP.
“Pengadaan pasti dalam negeri, tetapi pada saat dalam negeri tidak bisa kita ambil karena akan mendorong naiknya harga beras di dalam negeri, maka kita dengan sangat terpaksa melakukan pengadaan luar,” katanya.