JAKARTA - Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), dr. Ali Mahsun Atmo M. Biomed, mendesak pemerintah untuk menurunkan pajak kuliner menjadi 5% dengan minimal omzet Rp 45 juta per bulan. Desakan ini muncul sebagai respons terhadap viralnya pemberitaan tentang angkringan di Solo yang dikenakan pajak sebesar Rp 12 juta per bulan berdasarkan UU No 1 Tahun 2022 dan Perda No 14 Tahun 2023.
Peraturan tersebut menyebutkan bahwa restoran, termasuk pelaku usaha kuliner kaki lima (PKL) dengan omzet Rp 7,5 juta per bulan ke atas, dikenakan pajak sebesar 10%. Di DKI Jakarta, sesuai dengan Perda No 1 Tahun 2024, minimal omzet yang dikenakan pajak 10% adalah Rp 45 juta per bulan. Meskipun UU No 1 Tahun 2022 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak dan retribusi makanan dan minuman, dr. Ali Mahsun menilai bahwa beban pajak 10% sangat memberatkan pelaku usaha kuliner dan menambah beban hidup masyarakat.
Selain pajak, makanan olahan dan siap saji kini juga dikenakan cukai sesuai dengan PP No 28 Tahun 2024 dan UU No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Kondisi ini diperburuk oleh maraknya pungli dan biaya ekonomi digital yang tinggi, yang membuat harga kuliner Indonesia semakin mahal dan sulit bersaing dengan kuliner asing. Akibatnya, omzet pelaku usaha kuliner menurun dan berpotensi menyebabkan kebangkrutan.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kaki Lima (PKL) juga menyoroti dampak pandemi COVID-19 yang membuat ekonomi rakyat belum pulih, omzet merosot, dan daya beli masyarakat belum membaik. Ditambah lagi, lesunya ekonomi serta maraknya PHK di sektor industri padat karya, startup, dan teknologi mengancam 50 juta kelas menengah yang terancam jatuh miskin.
BACA JUGA:
PP No 28 Tahun 2024 dan UU No 17 Tahun 2023 yang mengatur cukai makanan olahan dan siap saji dapat memicu PHK massal, yang pada akhirnya merugikan UMKM di Indonesia.
Oleh karena itu, KERIS mendesak pemerintah untuk menetapkan kebijakan berikut: pertama, Omzet restoran kuliner, termasuk PKL yang dikenakan pajak daerah, harus minimal Rp 45 juta per bulan. Kedua, besaran pajak harus diturunkan menjadi 5%. Dan ketiga, pemerintah daerah wajib memberikan subsidi "mesin kasir" kepada pelaku usaha kuliner untuk memastikan transparansi dan mencegah moral hazard.
Dengan kebijakan ini, diharapkan ada standar yang jelas dan merata di seluruh Indonesia. "Tidak adil jika omzet Rp 7,5 juta per bulan atau Rp 250 ribu per hari dikenakan pajak 10%. Kasihan rakyat kecil di Indonesia," tegas dr. Ali Mahsun.
Meskipun sulit, KERIS yakin masih ada pemimpin di negeri ini yang arif, bijaksana, dan adil terhadap rakyat kecil. Sebagai Presiden Kawulo Alit Indonesia (KAI), dr. Ali Mahsun berharap pemerintah dapat melindungi pelaku ekonomi rakyat dan kelas menengah ke bawah.