JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mempersiapkan penyesuaian pajak baru untuk transaksi aset kripto. Hal ini merupakan bagian dari salah satu rencana pengalihan pengawasan atas aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK pada awal tahun 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Hasan Fawzi menyatakan bahwa OJK akan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk penerapan pajak baru kripto. Saat ini, pajak kripto sebesar 0,1 persen diatur dalam Keputusan dan Peraturan Menteri Keuangan No. 68 Tahun 2022, termasuk dalam PPh Pasal 22 Final.
Dengan pengawasan yang beralih ke OJK, pajak aset kripto diprediksi akan berubah karena aset tersebut akan diklasifikasikan ulang sebagai aset keuangan digital bukan sebagai komoditas. Perubahan ini akan mencakup redefinisi kategori aset, beralih dari peraturan komoditas ke aset keuangan digital.
CEO INDODAX, Oscar Darmawan menanggapi perkembangan ini dengan optimisme dan kehati-hatian.
"Sebagai pelaku industri, kami memahami bahwa regulasi merupakan elemen penting dalam menjaga integritas dan pertumbuhan pasar kripto. Kami menyambut baik inisiatif OJK untuk menciptakan regulasi yang lebih komprehensif dan sesuai dengan dinamika industri aset digital," ujar Oscar Darmawan, dalam keterangan tertulisnya, Jumat 16 Agustus.
Lebih lanjut, Oscar menekankan pentingnya keseimbangan dalam penerapan kebijakan baru.
"Kami berharap bahwa regulasi baru ini tidak hanya fokus pada aspek pengenaan pajak, tetapi juga mempertimbangkan potensi industri kripto sebagai pendorong ekonomi digital di Indonesia. Sebab, regulasi yang terlalu ketat atau memberatkan bisa berisiko menghambat inovasi dan pertumbuhan industri," tambahnya.
Oscar juga menggarisbawahi perlunya dialog yang terbuka antara pemerintah dan para stakeholders untuk memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan dapat menciptakan ekosistem yang sehat dan berkelanjutan.
"Kami siap untuk terus berkolaborasi dengan pihak regulator dalam memastikan bahwa kebijakan yang diambil mendukung pertumbuhan industri kripto sekaligus melindungi kepentingan investor. Kami percaya bahwa dengan regulasi yang tepat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam ekonomi digital global," tutup Oscar Darmawan.
BACA JUGA:
Dengan perkembangan ini, INDODAX sebagai platform perdagangan kripto terbesar di Indonesia akan terus mengikuti dan menyesuaikan diri dengan regulasi yang berlaku, serta memastikan kepatuhan terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh otoritas terkait.
Pajak Kripto saat Ini
Pajak untuk transaksi aset kripto di exchange yang terdaftar di Bappebti, saat ini 0,11 persen dari nilai transaksi. Namun apabila transaksi tersebut dilakukan di crypto exchange yang tidak terdaftar Bappebti maka, tarif pajaknya meningkat menjadi 0,22 persen.
Di sisi lain, transaksi aset kripto juga dikenakan pajak penghasilan (PPh) senilai 0,1 persen untuk transaksi yang berlangsung di exchange yang terdaftar Bappebti, Sebaliknya, jika dilakukan di exchange yang tidak terdaftar, tarif PPh naik menjadi 0,2 persen.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti, Tirta Karma Senjaya mengungkapkan bahwa Bappebti berencana mengajukan usulan untuk menurunkan pajak setengah dari tarif yang berlaku saat ini.
Perlu diketahui, industri kripto telah berkontribusi sebesar Rp798 miliar dalam bentuk pajak hingga Juni 2024. Dari jumlah tersebut, INDODAX menyumbang sekitar 45 persen, atau hampir Rp350 miliar.
Selain itu, INDODAX juga membayar pajak korporasi sebesar Rp234 miliar, belum termasuk pajak penghasilan pribadi (PPh) dari hampir 500 karyawan.