Bagikan:

JAKARTA - Proses peralihan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih terus berjalan. Adapun salah satu yang menjadi fokus dalam peralihan yaitu ketentuan soal pajak kripto.

Sebagai informasi, pemerintah mencatat hingga 31 Juli 2024 penerimaan dari pajak kripto mencapai Rp838,56 miliar.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi menyampaikan pembahasan terkait pajak transaksi kripto masih tengah didiskusikan bersama dengan lembaga terkait seperti, Bappebti, dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

"Pungutan pajak ya. Ya itu saya kira juga dalam pembahasan," ujarnya kepada awak media, Jumat, 9 Agustus.

Menurut Hasan pengenaan pajak aset kripto untuk saat ini karena masih dianggap sebagai barang komoditas sehingga mengacu pada PMK yang berlaku.

Sebagai informasi, pengenaan pajak untuk aset kripto tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto.

"Kalau sekarang memang karena masuk dalam kategori aset kelas komoditas tentu mengacu kepada aturan perpajakan aset kripto yang sudah diberlakukan PMK-nya ya saat ini," ucapnya.

Hasan menyampaikan sambil menunggu peralihan pengawas aset kripto dari Bappebti ke OJK selesai, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait pajak yang dikenakan untuk kripto kedepannya karena nanti aset kripto akan masuk dalam kategori sektor keuangan.

"Sampai nanti beralih ke OJK, masih akan efektif berlaku nanti ke depan tentu kami akan membuka ruang untuk membahas lebih lanjut dengan Kementerian Keuangan dalam hal ini," jelasnya.

Meski demikian, Hasan belum dapat memastikan berapa besaran pengenaan pajak untuk aset kripto ke depannya setelah peralihan pengawas aset kripto dari Bappebti ke OJK.

"Belum ada (besaran)," pungkasnya.