Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kembali merespons soal 26.415 kontainer yang sempat tertahan di pelabuhan beberapa bulan lalu.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menyebut, berdasarkan data yang diperoleh pihaknya dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras.

Informasi mengenai isi kontainer itu tertuang di dalam surat nomor S-10/MK.4/2024 tertanggal 17 Juli 2024.

Terhadap ribuan kontainer itu, DJBC mengelompokkan berdasarkan Board Economic Category (BEC). Rinciannya, bahan baku dan penolong sejumlah 21.166 kontainer (80,13 persen) barang-barang konsumsi 3.356 kontainer (12,70 persen) dan barang-barang modal sebanyak 1.893 kontainer (7,17 persen).

"10 besar barang konsumsi, beras jumlah kontainernya 1.600," ujar Febri dalam konferensi pers di kantornya, Rabu, 7 Agustus.

Dia juga menjelaskan, barang konsumsi yang tertahan selain beras adalah makanan olahan sebanyak 412 kontainer.

Kemudian, bahan baku/penolong yang paling banyak tertahan di pelabuhan yakni mencapai 1.319 kontainer. Disusul barang modal yang terbanyak tertahan yakni pompa udara dan kompresor sebanyak 656 kontainer.

Meski data kontainer sudah dikelompokkan dan dibuka oleh DJBC, namun isi detail lebih lanjut belum ada kejelasan dari pihak terkait.

Menurut Febri, pihak Ditjen Bea Cukai belum menunjukkan detail kejelasan, termasuk dari sisi sosok importir di balik barang tersebut. Sehingga, saat ini belum diketahui secara pasti aspek legalitas dari barang yang tertahan.

"Tidak ada, belum ada penjelasan dari Bea Cukai soal (kontainer) berisi beras itu," tegas Febri.

"Kalau tadi menyatakan sudah transparan belum? Belum transparan, makanya kami berharap (Ditjen Bea Cukai) lebih aktif setelah ini," tuturnya.

Lebih lanjut, Febri menilai bahwa data kejelasan atas isi kontainer tersebut sangat diperlukan. Oleh karena itu, harus disampaikan secara gamblang. Hal ini diperlukan Kemenperin guna menentukan kebijakan tepat untuk memitigasi kondisi yang sama ke depannya.

"Kebijakan yang tepat itu harus berdasarkan data yang akurat, cepat. Kalau misalnya data seperti surat yang disampaikan Ditjen Bea Cukai itu kami juga bingung, itu barang mana," pungkasnya.

Adapun persoalan kontainer tertahan ini bermula pada pertengahan Mei 2024 lalu. Saat itu, diinformasikan bahwa ada 26.415 kontainer tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya dan Pelabuhan Belawan di Medan, Sumatera Utara.

Kemudian, Kemenperin meminta informasi soal isi dari 26.415 kontainer tersebut secara detail agar bisa melakukan mitigasi terhadap dampak dari pelolosan semua kontainer tertahan itu terhadap industri di Tanah Air.

Lantas, Kemenperin pun melayangkan surat kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu. Hanya saja, Kemenperin mengeklaim bahwa data yang disampaikan pada surat tersebut terlalu makro, tidak detail dan hanya sebagian.