Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024. Hasilnya, generasi Z atau disebut Gen Z kurang melek keuangan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Frederica Widyasari Dewi mengatakan indeks literasi keuangan dan inklusi keuangan kelompok usia 15 sampai 17 tahun menjadi yang terendah secara nasional.

Berdasarkan hasil SNLIK 2024, indeks literasi keuangan kelompok umur 15 sampai 17 tahun secara komposit 50,70 persen. Sedangkan, secara konvesional hanya 51,50 persen dan syariah 25,54 persen.

Perempuan yang akrab disapa Kiki ini mengatakan indeks inklusi keuangan kelompok umur 15 sampai 17 tahun secara komposit 57,96 persen, konvensional 57,16 persen dan syariah 6,16 persen.

“Kalau kita lihat dari kelompok umur, secara umum memang masih diperlukan peningkatan tingkat literasi dan inklusi keuangan untuk kelompok yang umur 15 sampai 17 tahun, pelajar ya,” katanya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 2 Agustus.

Kiki menejlaskan meskipun Gen Z sangat melek akan digitalisasi, tetapi belum cukup mengetahui terkait pengetahuan keuangan.

“Ini concern kita. Jadi mereka itu lebih bahaya. Secara digital mereka itu literate, jempolnya canggihnya ke mana-mana. Tetapi secara financially, mereka belum literate,” ucapnya.

“Mereka sangat mudah mengakses (keuangan), tetapi mereka enggak paham,” sambung Kiki.

Menurut Kiki, Gen Z yang literasi keuangannya renadah sering kali menempuh jalan pintas untuk memenuhi gaya hidupnya. Kondisi ini, sambung Kiki, sangat berbaya.

Contohnya, sambung Kiki, ada anak muda yang bahkan nekat membuka pinjaman online atau pinjol. Kiki bilang mereka mengakses pinjol hanya untuk nongkrong dan berujung terjerat utang.

“Misalnya mereka butuh sesuatu untuk memenuhi FOMO dan YOLO. Tetapi mereka enggak financially literate, ini bahaya. Saya mendapat informasi, anak-anak muda ini terjerat pinjol dan kemudian beranak (utangnya),” jelasnya.

“Karena ketika dia makan di cafe dengan gaya hidupnya. Tiba-tiba enggak cukup uangnya, dengan jempol yang cepat pinjam online yang cair dalam waktu 15 menit. Itu ternyata menggulung (utangnya) dan terjerat dalam utang,” sambungnya.

Selain komlompok umur tersebut, Kiki mengatakan tingkat literasi dan inklusi keuangan rendah juga terjadi pada usia 51 sampai 79 tahun. Dimana, tingkat literasi keuangan secara komposit adalah 52,51 persen. Sedangkan konvesional dan syariah masing-masing 61,89 persen dan 12,03 persen.

“Umur 51 sampai dengan 79 tahun memiliki indeks literasi keuangan syariah lebih rendah dibandingkan kelompok umurnya,” kata Kiki.