JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir belum lama ini melakukan perombakan jajaran komisaris di sejumlah perusahaan pelat merah. Nama-nama politisi hingga Relawan Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran pun menduduki kursi komisaris.
Teranyar, nama Fauzi Baadilla yang merupakan mantan pengurus TKN Prabowo-Gibran ditunjuk sabagai Komisaris Independen PT Pos Indonesia (Persero). Ada juga nama Burhanuddin Abdullah yang merupakan Ketua Dewan Pakar Gerindra ditunjuk menjadi Komisaris Utama PT PLN (Persero).
Sekadar informasi, pengangkatan sejumlah orang terdekat Prabowo Subiantomemang sedang menjadi sorotan. Pasalnya, fenomena tersebut terjadi sebelum Prabowo resmi dilantik sebagai presiden terpilih.
Lalu, apa alasan Erick Thohir menunjuk politisi menjadi komisaris di BUMN?
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menjelaskan diangkatnya sejumlah orang terdekat Prabowo menjadi komisaris BUMN sebelum pelantikan presiden merupakan bagian dari proses transisi pemerintahan yang berkesinambungan.
Menurut Arya, baru kali ini pemerintah dalam transisinya dilakukan secara kesinambungan. Arya bilang proses transisi pemerintahan sebelum-sebelumnya tidak seperti ini.
“Baru kali ini loh, jamannya Bung Karno ke Pak Harto itu putus banget. Dari Pak Harto ke Habibi itu reformasi. Habibi ke Gus Dur itu putus juga. Gus Dur ke Megawati, putus juga. Dari Megawati ke SBY, putus juga. Dari SBY ke Pak Jokowi, putus juga. Baru kali inilah berkesenambungan," ucapnya kepada wartawan, ditulis Kamis, 25 Juli.
Arya juga menjelaskan pemilik perusahaan pelat merah adalah pemerintah. Maka, pemerintah berhak untuk menentukan arah kebijakan BUMN ke depan, termasuk pergantian komisari.
“Maka di dalamnya juga termasuk adalah BUMN punya arah kebijakan sesuai dengan pemerintah,” ujarnya.
BACA JUGA:
Karena itu, menurut Arya, Menteri BUMN akan menunjuk individu dengan arah kebijakan yang selaras dengan pemerintah. Seperti misalnya, orang-orang terdekatn Prabowo saat ini.
“Jadi wajar saja apa-apa yang berhubungan dengan pemerintah,” tuturnya.
Arya bilang sejak Erick Thohir menjabat sebagai menteri BUMN posisi komisaris pelat merah memang kerap ditempati oleh individu-individu yang dekat dengan politik.
Lebih lanjut, Arya juga mengatakan operasional BUMN tidak terlepas dari politik. Sebab, berbagai kebijakan dan pelaporan hasil kinerja melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Mau bikin holding, lapor ke mana? DPR. Dia mau IPO, kemana? ke DPR. Mau nambah modal ke mana? ke DPR. Swasta ada enggak kaya gini? Enggak ada. Dan itu adalah politik. Karena itu jangan politik itu dianggap negatif,” jelasnya.