Bagikan:

JAKARTA - Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengusulkan proses klaim untuk asuransi wajib pertanggungjawaban pihak ketiga (third party liability/TPL) untuk kendaraan bermotor menggunakan teknologi kecerdasan buatan.

“Kami tidak terelakkan harus menggunakan sistem digital karena demografi Indonesia sangat luas. Kami akan menggunakan AI (artificial intelligence/kecerdasan buatan) juga yang sudah digunakan oleh negara-negara sahabat,” ucap Budi Herawan di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa 23 Juli.

Ia mengatakan bahwa pihaknya telah mempelajari, berdiskusi, serta bertukar pikiran dengan pihak-pihak terkait di China, Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia terkait pemanfaatan kecerdasan buatan tersebut dalam industri asuransi.

Tidak hanya dengan praktisi perasuransian dari berbagai negara tersebut, ia menyatakan bahwa pihaknya juga akan memperdalam pembahasan mengenai pemanfaatan AI tersebut dengan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri.

“Ini sangat diperlukan karena nanti tentunya tanpa legalisasi dari mereka (Korlantas Polri) proses klaimnya tidak bisa diproses,” ujar Budi.

Ia menuturkan bahwa rencananya nanti proses klaim akan dilakukan sebagian besar secara digital dengan mengirimkan foto yang menunjukkan kerusakan harta benda akibat kecelakaan ke suatu platform digital.

Nantinya, estimasi nilai kerugian yang menjadi beban penyedia layanan asuransi bisa langsung diketahui. Biaya penggantiannya pun akan langsung disampaikan kepada pihak yang dirugikan.

“Jadi sistemnya benar-benar kami sudah perhitungkan ke depannya karena tidak mungkin tidak menggunakan teknologi,” kata Budi.

Ia menuturkan bahwa upaya tersebut memudahkan masyarakat untuk mengajukan klaim karena dapat dilakukan secara daring, didukung dengan akses teknologi yang semakin luas di masyarakat yang mana diproyeksikan 80 persen hingga 90 persen penduduk Indonesia telah memiliki gawai.

Selain itu, ia mengatakan bahwa teknologi tersebut juga dapat mengurangi potensi penipuan atau kecurangan (fraud) dalam proses klaim.

“Kami mengupayakan jangan sampai chaos (kacau) ya… semua proses administrasinya akan dibakukan di dalam satu sistem yang akan kita bangun. Nah, ini kami sudah lakukan penjajakan dari beberapa vendor yang berpengalaman, khususnya yang telah menangani asuransi,” ujar Budi.

Meskipun begitu, ia menyadari bahwa terdapat keterbatasan infrastruktur untuk menerapkan sistem digital bagi asuransi wajib tersebut, terutama di wilayah terpencil.

Untuk mengatasi hal tersebut, ia menyatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Korlantas dan pemerintah agar dapat menyediakan bantuan dana serta infrastruktur untuk membangun sistem digital tersebut di seluruh daerah.

“Membangun sistem kan perlu biaya, ini yang kami akan sampaikan ke pemerintah. Kami akan transparan juga berapa yang dibutuhkan untuk membangun platform ini,” imbuh Budi.