Bagikan:

JAKARTA - Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengatakan banyak sektor swasta di Indonesia yang kurang menyadari manfaat asuransi sehingga menghambat penetrasi pasar.

“Sektor swasta Indonesia dicirikan oleh banyak perusahaan kecil, tetapi dominasi ekonomi hanya dimiliki oleh sedikit perusahaan besar. Sektor swasta Indonesia merupakan rumah bagi 66 juta bisnis, yang hanya 9 juta yang terdaftar secara resmi (mengikuti program asuransi),” ujarnya dalam acara Indonesia Rendezvous ke-28 Conference di Bali, dikutip dari Antara, Jumat 11 Oktober.

Beberapa tantangan terkait hambatan penetrasi asuransi di sektor swasta ialah masalah ketidakpercayaan tentang kehandalan perusahaan asuransi yang menciptakan ketidakpastian diskresi para penegak peraturan pemerintah.

Karena itu, peningkatan konsistensi peraturan dan mendorong akses ke pasar internasional menjadi kunci melepaskan potensi sektor swasta Indonesia, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang akan memberikan manfaat terhadap industri asuransi.

“Kami memahami, menghargai, dan mendukung inisiatif pemerintah untuk mempromosikan pengembangan industri asuransi. Ini termasuk menerapkan peraturan untuk meningkatkan transparansi dan perlindungan pelanggan, serta memberikan insentif bagi perusahaan asuransi untuk memperluas jangkauan kami,” ucap dia.

Sejumlah inisiatif penting pemerintah yang diapresiasi oleh AAUI mencakup kesehatan keuangan untuk perusahaan asuransi dan reasuransi (konvensional dan syariah), tata kelola untuk perusahaan asuransi mutual, pemisahan unit syariah, panduan tentang asuransi kredit dan penjaminan, perlindungan pelanggan, lalu perizinan untuk perusahaan asuransi dan reasuransi.

Kemudian juga panduan manajemen produk sebagai bentuk penyederhanaan pengarsipan dan kembali ke proses dasar dalam mengelola asumsi yang benar-benar dapat mendukung kebijakan harga untuk produk asuransi.

Terakhir ialah implementasi IFRS (standar akuntansi keuangan dari International Financial Reporting System (IFRS) Board) 17 untuk perusahaan asuransi sebagai standar global baru yang dirancang guna memberikan pandangan lebih komprehensif dan transparan tentang posisi maupun kinerja keuangan perusahaan asuransi. Di sisi lain penerapan IFRS dapat menjadi rumit dan mahal, memerlukan investasi yang signifikan dalam teknologi, data, sumber daya manusia, juga strategi penetapan harga produk dan manajemen risiko.

“Efek dari inisiatif ini adalah peningkatan volatilitas laba perusahaan asuransi yang khususnya relevan untuk produk asuransi umum jangka panjang. Selain itu, terjadi perubahan dalam persyaratan modal. Beberapa perusahaan asuransi mungkin perlu meningkatkan basis modal mereka untuk mematuhi aturan baru,” kata Budi.