Bagikan:

JAKARTA - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto membantah anggapan yang menyebut industri hulu migas telah memasuki masa sunset.

Dikatakan Dwi, banyak yang beranggapan demikian sebab mulai bermunculan energi baru terbarukan (EBT) yang mulai gencar didorong oleh pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dan dinilai jauh lebih bersih dibandingkan dengan energi fosil.

"Tetapi itu semua kan hanya bicara energi. Sedangkan oil and gas is not only for energy but also for petrochemicals. So, I do believe that there will be no sunset for the oil and gas industry," ujar Dwi dalam sambutannya pada peringatan 22 Tahun Industri Hulu Migas, Selasa 16 Juli.

Dwi menjelaskan, selama 22 tahun terakhir industri hulu migas telah menjadi penyumbang kedua terbesar penerimaan negara pajak dengan total kontribusi Rp5.000 triliun rupiah.

Setelah 22 tahun berkiprah, kata dia, industri hulu migas terus menunjukkan peran strategis dengan kontribusi signifikan. Pada tahun 2023 SKK Migas berhasil mengumpulkan penerimaan negara sebesar Rp219 triliun dan hanya dalam semester pertama tahun ini jumlahnya telah mencapai Rp114 triliun.

"Industri ini tetap dinamis dengan rencana pelaksanaan proyek mencapai 138 proyek hulu migas dari tahun 2024 hingga 2029. Proyek-proyek ini akan membutuhkan total investasi sebesar Rp543 triliun," beber Dwi.

Lebih jauh ia menambahkan, industri juga berhasil menciptakan efek multiplier yang signifikan melalui penerapan tingkat kandungan dalam negeri yang mencapai Rp76,5 triliun pada tahun 2023 dan penyediaan lapangan kerja untuk 150.000 pekerja.

"Kebutuhan akan migas diharapkan akan terus meningkat secara volume. Peningkatan ini terutama karena migas masih sangat dibutuhkan tidak hanya untuk energi tapi juga sebagai bahan baku atau feedstock bagi industri petrokimia," pungkas dia.