Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurahman menyayangkan aturan pungutan untuk setiap kegiatan hulu migas di lepas pantai oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Menurut Maman, adanya aturan tersebut dapat menghambat masuknya investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

"Kemarin itu, Kementerian KKP mau melakukan pungutan lagi untuk di lepas pantai itu malah semakin membuat keinginan investor untuk menurunkan minat investasi. Kita harus mempermudah industri yang sudah sunset ini, agar produksi minyaknya naik," ujar Maman kepada wartawan di Jakarta, Senin, 25 Juli.

Maman kemudian menggunakan istilah sunset di industri hulu migas untuk menggambarkan kondisi saat ini.

Pasalnya, dari tahun ke tahun terus terjadi decline atau penurunan produksi di sektor hulu migas.

Sementara itu, pemerintah menargetkan lifting migas sebesar 1 juta BOPD pada tahun 2030.

"Migas kita masih bisa jadi tulang punggung tapi suka atau tidak suka sudah masuk era sunset. Sunrise-nya adalah Energi Baru Terbarukan (EBT)," lanjut Maman.

Untuk itu, Maman meminta agar setiap aturan terkait investasi di Indonesia dipermudah.

Menurut dia, apabila mengubah aturan, seharusnya pemerintah membuat regulasi yang memudahkan bagi para investor.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memperkirakan lifting migas tahun ini tidak akan mencapai target.

Deputi Operasi SKK Migas, Julius Wiratno mengungkapkan, lifting minyak hingga Desember 2022 hanya mencapai 633.000 barel per hari (BOPD).

Sementara untuk gas diperkirakan mencapai 5.380 MMSCFD.

"Untuk minyak kalau sekarang berdasarkan work program yang sudah disetujui 2022 ini hanya 633.000 BOPD dan gas di sekitar 5.380," ujarnya dalam konferensi pers capaian dan kinerja hulu migas Semester Pertama 2022 di Jakarta, Jumat, 15 Juli.

Berdasarkan target yang ditetapkan dalam APBN, lifting minyak pada tahun 2022 ditargetkan sebesar 703.000 BOPD dan gas sebesar 5.800 MMSCFD.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto melaporkan, hal ini disebabkan karena adanya unplanned shutdown dan mundurnya penyelesaian proyek strategis nasional hulu migas yaitu Jambaran-Tiung Biru dan Tangguh Train 3 yang telah dimasukkan dalam perhitungan pada penyusunan target lifting di APBN 2022.