Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengungkapkan, pemerintah siap mengajukan usulan terkait revisi UU Minyak dan Gas Bumi dengan beberapa poin perbaikan.

Adapun salah satu poin perbaikan tersebut adalah perizinan dan kemudahan berusaha.

“Kami telah membahas (revisi UU Migas) beberapa kali juga bersama dengan Badan Keahlian DPR, SKK Migas dan saya rasa kami sangat siap untuk mengajukan rancangan ini. Utamanya adalah untuk memperbaiki iklim investasi,” ujar Tutuka dalam keterangan resmi, Selasa, 27 Desember.

Dia berharap, revisi UU Migas dapat meningkatkan iklim investasi yang dianggap kurang menarik dibandingkan negara tetangga.

“Kita kurang aktraktif dibandingkan negara tetangga kita. Kecepatan pengembalian modal juga kurang baik. Kita perlu perbaiki itu supaya lebih kompetitif,” ujar Tutuka.

Lebih jauh, Tutuka mengatakan, pemerintah sadar banyak negara di dunia yang mulai beralih ke energi terbarukan, namun di sisi lain, Indonesia masih memiliki energi fosil yang banyak. Untuk itu, lanjutnya, bijaksana kalau Indonesia juga mengeksploitasi energi fosil ini terutama gas, sebagai modal menuju energi terbarukan.

“Jadi kita tidak sekedar jadi built-up, tetapi dengan modal dari energi fosil ini kita bisa membangun energi terbarukan di dalam negeri,” pungkasnya.

Asal tahu saja, DPR menargetkan dapat menuntaskan revisi UU Migas pada tahun 2023.

“Pada 2023 saya pastikan UU Migas tuntas. Undang-Undang Migas ini bakal menjadi inisiatif DPR untuk dapat mengakselerasi pembahasan muatan yang termaktub dalam peraturan payung hulu migas nasional,” ujar Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto pada ajang The 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG) 2022 di Bali, akhir November 2022.

Sugeng mengatakan, Komisi VII DPR ikut memecahkan masalah (problem solving) di sektor energi dan sumber daya mineral.

Selain berperan dalam legislasi, budget, dan pengawasan, pihaknya juga mendorong perkembangan industri hulu migas.

Pembahasan revisi UU Migas sangat lambat dibandingkan beberapa UU lain, seperti Undang-Undang No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang merupakan revisi atas UU No 4 Tahun 2009.

Menurut Sugeng, akselerasi UU baru Migas harus segera dilakukan karena DPR dan Pemerintah juga tengah menyiapkan UU Energi Baru Terbarukan.