Bagikan:

JAKARTA - PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) berencana untuk menutup lima dari 10 pabrik yang dimiliki. Seiring dengan rencana itu, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) menghantui karyawan perseroan.

Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menjelaskan bahwa penutupan pabrik harus dilakukan apabila tingkat utilisasi pabrik tidak sesuai dengan target.

“Memang kapasitasnya enggak ini kok, under kapasitas, seperti kamu punya rentalan mobil. Ada 10 rental mobil, terus yang laku tuh hanya 5, dibiarkan atau mau jual? Diberhentiin gak? Karena kalau dia tetap jalan apa Operasionalkan tetap jalan,” tuturnya saat ditemui di Kantor Perum Perhutani, Jakarta, Senin, 15 Juli.

Arya mengatakan jika pabrik ditutup maka mau tidak mau pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan harus dilakukan.

“Mau enggak mau kan mereka harus melakukan itu terpaksa kan, karena pabrik tutup ya,” ucap Arya.

Meski begitu, Arya meminta agar PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) memberikan solusi terbaik kepada karyawan yang terimbas PHK.

“Arahan kita kalau dilakukan seperti itu harus win-win solution antara Kimia Farma dan karyawan,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Produksi dan Supply Chain Kimia Farma, Hadi Kardoko menjelaskan bahwa penutupan pabrik atau rasionalisasi fasilitas produksi dilakukan demi reorientasi bisnis, restrukturisasi keuangan, dan efisiensi.

Hadi mengatakan dengan penutupan pabrik ini harapannya dapat menurunkan biaya operasional, sehingga bisa meningkatkan efisiensi perusahaan.

“Saat ini utilisasi kita, kurang dari 40 persen, dan nanti dengan penataan ini akan mengkatkan utilisasi kita tentunya akan di atas 40 persen dan terjadi proses efisiensi yang lebih baik,” tutur Hadi.