Bagikan:

JAKARTA - Staf Khusus (Stafsus) Menteri BUMN Arya Sinulingga menyebut bahwa kerugian yang dialami oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk imbas dari adanya rekayasa pada laporan keuangan perseroan.

Seperti diketahui, emiten berkode saham KAEF ini membukukan rugi bersih pada tahun 2023 sebesar Rp1,48 triliun.

Angka tersebut membengkak dibanding tahun sebelumnya yang tercatat rugi sebesar Rp190,4 miliar.

“Kimia Farma juga demikian, ada inilah, rekayasa keuangan,” katanya saat ditemui di Graha 24 Pegadaian, Jakarta, Rabu, 5 Juni.

Arya menjelaskan, rekayasa yang dimaksud terkait dengan pendistribusian. Dia bilang bahwa dugaan indikasi tersebut diperoleh dari internal Audit perseroan.

“Kalau ini (Kimia Farma) dia rekayasa, menggelembungkan. Misalnya, distribusi-distribusi dan sebagainya. Seakan-akan kayak penjualan semuanya bagus, padahal tidak. Anaknya di KAEF,” jelasnya.

Persoalan lain Kimia Farma, sambung Arya, banyaknya jumlah pabrik. Kata dia, pabrik ini tidak efisien dan justru malah membebani keuangan perusahaan.

“Di samping itu, KAEF juga ada problem dipabriknya. Kebanyak pabrik, enggak efisien. Makanya dari 10 pabrik, bakal hanya tinggal lima pabrik yang akan dikelola,” ucapnya.

Arya mengatakan, Kementerian BUMN pun bisa menyerahkan kasus Kimia Farma kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk ditangani lebih lanjut.

“Ya bisa saja (diserahkan ke Kejagung). Ini kan (sedang) diaudit, habis itu di bawa ke sana. Sambil kita efisiensi,” tuturnya.

Terkait dengan perombakan direksi di BUMN Farmasi, Arya mengatakan hingga saat ini Kementerian BUMN belum ada rencana untuk itu.

“Enggak, belum ada. Kalau dia ketahuan, di proses, gitu saja,” pungkasnya.