Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menggunakan otoritas yang dimiliki untuk melindungi dan menyelamatkan industri dalam negeri melalui pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau safeguard.

"Kebijakan pengamanan perdagangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau safeguard," kata Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional Bara K. Hasibuan di Jakarta, dikutip dari Antara, Senin 15 Juli.

Bara menyampaikan bahwa komitmen serius menyelamatkan industri dalam negeri terlihat dalam lima tahun terakhir (2019-2023) dari banyaknya penyelidikan dan pengenaan instrumen trade remedies tersebut untuk berbagai produk impor.

"Dalam lima tahun terakhir, Kemendag telah secara maksimal melindungi industri dalam negeri. Hal ini terlihat dari banyaknya penyelidikan yang sedang berjalan untuk produk-produk impor serta pengenaan BMAD maupun BMTP yang telah ditetapkan," kata Bara.

Bara menambahkan, penyelidikan serta penerapan BMAD dan BMTP berhubungan dengan produk-produk impor yang berkaitan erat dengan bahan baku untuk industri di dalam negeri.

"Produk-produk tersebut di antaranya pakaian dan aksesori pakaian, kain, tirai, karpet, benang stapel, filamen benang (varn), ubin keramik, evaporator kulkas dan pembeku (freezer), baja, kertas, lysine, pelapis keramik, dan plastik kemasan," ungkap Bara.

BMAD dan BMTP diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Perbedaan mendasar antara tindakan anti dumping dan tindakan pengamanan perdagangan terletak pada subjek pengenaannya.

Dalam mengenakan kedua instrumen tersebut pun terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi

"Hal utama yang harus ada yaitu industri dalam negeri mengalami kerugian atau ancaman kerugian. Selain itu, harus ada hubungan sebab-akibat antara kedua persyaratan tersebut," kata Bara.

Ia menyebutkan negara yang pernah Indonesia selidiki dan kenakan BMAD maupun BMTP antara lain India, Republik Korea, Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia, Kazhakstan, Australia, Malaysia, Vietnam, Thailand, Hong Kong, Turki, Pakistan, Persatuan Emirat Arab, Singapura, Bangladesh dan Mesir, serta Taiwan

"Tindakan antidumping bertujuan untuk mengatasi produk impor curang tau unfair trade, sehingga produk dalam negeri dapat bersaing secara sehat dengan produk impor," jelasnya.

Antidumping dikenakan kepada perusahaan eksportir/produsen yang berpraktik dumping atau menjual produk ke Indonesia dengan harga lebih rendah dibanding harga jual di negara asal.

"Jika kerugian atau ancaman kerugian diakibatkan praktik dumping, maka dikenakan tindakan anti dumping yaitu BMAD," ujarnya.

Dia menjelaskan, Indonesia termasuk negara yang aktif menggunakan kebijakan anti dumping. Berdasarkan data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sejak 1996 Indonesia tercatat telah melakukan 154 kali penyelidikan anti dumping yang dihitung berdasarkan penyelidikan per produk per negara.

Jumlah tersebut menempatkan Indonesia pada posisi ke-13 di dunia dan posisi ke-1 di ASEAN sebagai negara yang paling banyak melakukan penyelidikan anti dumping.

Untuk dapat mengenakan BMAD, penyelidikan harus dilakukan terlebih dahulu oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Waktu yang dibutuhkan untuk penyelidikan antidumping maksimal 12 bulan dan dapat diperpanjang untuk enam bulan.

Bara mengungkapkan bahwa saat ini KADI sedang menyelidiki impor, antara lain, produk benang filamen sintetik, ubin keramik, film nilon, hot rolled coil, hot rolled plate, dan polietilen tereptalat (PET). Sementara, produk yang sedang dikenakan BMAD adalah polyester staple fiber dan spin drawn yarn.

Sementara itu, tindakan pengamanan perdagangan dikenakan kepada negara yang impornya ke Indonesia melonjak tajam. Jika kerugian atau ancaman kerugian diakibatkan lonjakan impor, maka akan dikenakan tindakan pengamanan perdagangan tau BMTP.

"Indonesia juga termasuk negara yang aktif menggunakan kebijakan tindakan pengamanan," tuturnya.

Berdasarkan data WTO, lima besar negara yang aktif memanfaatkan tindakan pengamanan sejak menjadi anggota WTO adalah Indonesia (28 produk), India (24 produk), Turki (20 produk), Filipina (10 produk), dan Yordania (9 produk).

Penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan dilakukan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI).

Penyelidikan untuk tindakan pengamanan perdagangan membutuhkan waktu sekitar tujuh sampai sembilan bulan. Tindakan pengamanan tau safeguard merupakan tindakan sementara dengan jangka waktu tertentu.

Untuk itu, penyesuaian struktural yang dikomitmenkan industri dalam negeri harus dilaksanakan untuk tetap berdaya saing setelah jangka waktu tindakan pengamanan telah habis.

Saat in, KPPI sedang menyelidiki impor, antara lain, benang kapas, benang filamen artifisial, kain tenunan dari kapas, dan slag wool.

Sementara itu, sejumlah produk yang sedang dikenakan tindakan pengamanan, antara lain, benang dari serat stapel sintetik maupun artifisial, pakaian dan aksesori pakaian, I dan H Section dari baja paduan lainnya, evaporator, dan ubin keramik.

"Sebagai negara anggota WTO, maka seluruh proses penyelidikan yang dilakukan KADI dan KPPI harus mengikuti aturan perdagangan Internasional yang diatur dalam Anti-Dumping Agreement dan Agreement on Safeguard WTO," kata Bara.