Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman meminta pemerintah untuk kembali membuka keran ekspor komoditas bauksit. Asal tahu saja, pemerintah melarang ekspor bijih bauksit sejak Juni 2023 dengan alasan peningkatan nilai tambah dalam negeri.

Dikatakan Maman, usulan pemberlakuan kembali ekspor bauksit ini nantinya harus disertai dengan syarat yakni penetapan kuota ekspor secara terbatas.

Komisi VII DPR RI mendorong menteri ESDM untuk mengkaji dan membuka kembali kebijakan pelarangan ekspor bauksit dengan kuota ekspor terbatas dalam rangka untuk menggerakkan perekonomian daerah penghasil bauksit sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," ujar Maman yang dikutip Selasa 9 Juli.

Maman bilang, setiap kebijakan yang dikeluarkan peerintah seharusnya turut memperhatikan perekonomian daerah setempat yang akan terimbas aturan yang berlaku. Apalagi, kata dia, Kementerian ESDM juga telah memberikan ruang kebijakan relaksasi ekspor komoditas tembaga kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral International Tbk.

"Jadi maksud saya saya juga harus moderasi, semangat saya juga tidak sepenuhnya ingin mendukung pembukaan kembali ekspor, tetapi yang saya ingin sampaikan kepada pemerintah agar ruang relaksasi itu juga dibuka secara proporsional," beber Maman.

Hal senada juga pernah disampaikan Pelaksana harian (Plh) Ketua Umum Asosiasi Bauksit dan Buruh Besi Indonesia (AP3BAI) Ronald Sulistyanto.

Dikatakan Ronald, dengan adanya pelemahan rupiah turut berpengaruh terhadap komponen biaya produksi karena memiliki basis dolar Amerika Serikat (AS).

"Karena ada kesempatan dalam situasi seperti ini tentu ekspor akan jadi andalan utama. Kalau ekspor bisa dilakukan tentu kita bisa dapat devisa negara," ujarnya dalam Mining Zone yang dikutip Selasa 2 Juli.

Selain mendapat devisa negara, kata dia, pengusaha bauksit juga bisa mereposisi kembali hal-hal yang dipertajam untuk mengejawantahkan perintah UU yaitu hilirisasi bauksit.

Dikatakan Ronald, hilirisasi bauksit memang memerlukan waktu dan dengan penguatan dolar, penghitungan kembali tentang permbangunan smelter akan berubah besar karena menggunakan basis dolar AS.