Bagikan:

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen. Selain itu otoritas moneter juga tidak merubah suku bunga deposit facility yang sebesar 2,75 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 4,25 persen.

Kebijakan tersebut tidak mengubah keputusan terakhir BI pada 18 Februari lalu yang menetapkan suku bunga acuan di level 3,50 persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan langkah ini didasari atas pertimbangan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dari meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Selain itu, otoritas moneter juga memandang bahwa perkiraan inflasi yang tetap rendah.

Bank Indonesia lebih mengoptimalkan kebijakan makroprudensial akomodatif, akselerasi pendalaman pasar uang, dukungan kebijakan internasional, serta digitalisasi sistem pembayaran,” ujarnya dalam konferensi pers secara daring, Kamis, 18 Maret.

Perry menambahkan, pihaknya menempuh pula langkah-langkah kebijakan sebagai tindak lanjut sinergi kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam paket kebijakan terpadu untuk peningkatan pembiayaan dunia usaha.

“Kami mendorong pula transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan secara lebih rinci serta berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk mendukung percepatan transmisi kebijakan moneter dan peningkatan kredit serta pembiayaan kepada dunia usaha,” jelasnya.

Lebih lanjut, bos BI mengungkapkan perekonomian global berpotensi tumbuh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya meskipun belum berjalan seimbang dari satu negara ke negara lain.

Adapun, di dalam negeri perbaikan perekonomian domestik diperkirakan berlanjut, ditopang oleh pemulihan ekonomi global, implementasi vaksinasi, dan sinergi kebijakan nasional.

“Perkembangan sejumlah indikator pada Februari 2021 mengindikasikan perbaikan yang terus berlangsung, di tengah mobilitas masyarakat yang meningkat terbatas sejalan dengan masih diberlakukannya pembatasan di sejumlah wilayah,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Perry juga menyampaikan bahwa bank sentral telah melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp65,03 triliun hingga 16 Maret 2021.

Dari jumlah tersebut, Rp22,9 triliun diantaranya ditempuh melalui mekanisme lelang utama, dan Rp42,13 triliun lewat cara Greenshoe Option (GSO).

Pembelian SBN tersebut meningkat jika dibandingkan dengan data yang dirilis per 16 Februari 2021, sebesar Rp40,77 triliun. Nilai ini terdiri dari lelang utama sebesar Rp18,16 triliun dan melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO) sebesar Rp22,61.