JAKARTA - Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (Aparsi) menolak aturan larangan penjualan produk tembakau dengan zonasi 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak yang terdapat di RPP Kesehatan.
Ketua Umum Aparsi Suhendro mengatakan, aturan itu dinilai tidak masuk akal untuk diimplementasikan serta dapat menekan perekonomian pedagang pasar yang sebagian besar menggantungkan pendapatannya dari produk tembakau.
"Aturan ini menimbulkan perdebatan yang makin meresahkan nasib para pedagang pasar ke depannya. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan apakah aturan ini ingin menekan jumlah konsumsi perokok atau justru menekan pendapatan para pedagang pasar?" ujarnya dikutip dari ANTARA, Kamis, 4 Juli.
Suhendro mengaku aturan larangan penjualan rokok dengan zonasi 200 meter membingungkan.
Selain itu rencana larangan penjualan rokok dengan zonasi 200 meter tidak berpihak pada wong kecil.
Aturan tersebut juga berpotensi menggerus pendapatan anggota Aparsi, yaitu sekitar 9 juta pedagang pasar yang berada di 9.000 pasar yang tersebar di seluruh Indonesia.
Padahal, lanjut SUhendro, pedagang pasar saat ini tengah mengalami tekanan akibat harga sembako yang tak kunjung stabil.
"Banyak di antara mereka yang berjualan rokok dan menggantungkan pendapatannya pada rokok. Usaha mereka yang akan jadi taruhannya," tuturnya.
Oleh karena itu, Suhendro pun memohon kepada pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan aturan tembakau dari RPP Kesehatan atau menunda pengesahan RPP Kesehatan apabila pasal aturan larangan penjualan produk tembakau dengan zonasi 200 meter tetap berada di dalamnya.
Dia menekankan, pentingnya partisipasi dari seluruh pihak terkait agar aturan tembakau di dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan tidak menimbulkan pro-kontra.
Adapun RPP Kesehatan merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
"Kami meminta pemerintah agar menimbang kembali dampak yang akan dirasakan oleh pedagang pasar apabila aturan ini disahkan. Kehidupan pasar rakyat semestinya dilindungi oleh pemerintah, bukan malah dirugikan," katanya.
BACA JUGA:
Aparsi pun siap mendukung upaya pemerintah dalam mencegah prevalensi perokok anak melalui peningkatan edukasi dan sosialisasi bahaya merokok pada anak kepada masyarakat luas sehingga pemahaman terkait hal tersebut semakin baik.
"Kami yakin bahwa edukasi merupakan kunci peningkatan pemahaman bahaya merokok pada anak. Berbagai upaya edukasi bisa dioptimalkan termasuk melalui kolaborasi dengan kami pelaku yang berhadapan langsung dengan konsumen di lapangan," kata Suhendro.
Aparsi menganggap regulasi yang berlaku saat ini sudah menjadi jalan tengah yang baik, di mana batas umur pembelian rokok hanya bisa dilakukan oleh konsumen berumur 18 tahun ke atas tanpa harus menghambat usaha masyarakat yang juga tengah berjuang mendorong gerakan ekonomi kerakyatan melalui perdagangan di pasar tradisional.