JAKARTA - Kinerja industri manufaktur Indonesia alami pelemahan akibat daya beli masyarakat menurun tercermin dari S&P Global mencatat bahwa Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di level 50,7 atau turun 1,4 poin dibandingkan bulan Mei 2024 yang berada di level 52,1.
Selain itu, data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan bahwa pada Mei 2024 penerimaan pajak dari industri pengolahan mengalami penurunan sebesar 14,2 persen secara neto dan sebesar 3,2 persen secara bruto.
Padahal, sektor tersebut menjadi kontributor terbesar penerimaan pajak pada Mei 2024.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan dari tiga komponen pembentuk Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), menunjukkan adanya perlambatan di komponen produksi yang tercatat kontraksi, sementara komponen persediaan dan pesanan baru masih tercatat naik.
Dia menambahkan, pelemahan rupiah menyebabkan kenaikan biaya produksi dan pada akhirnya perusahaan memutuskan untuk mengurangi level produksinya pada Juni 2024.
"Tiga komponen pembentuk PMI Manufacturing (Output, New Orders, Input Purchases) tercatat tumbuh, namun merupakan yang terlemah dalam satu tahun terakhir," jelasnya dalam keterangannya, Selasa, 2 Juli.
Josua menyampaikan, salah satunya yaitu new Orders, terutama dari ekspor, terus mengalami penurunan selama empat bulan.
BACA JUGA:
Pembelian barang input juga merupakan yang paling lemah sejak November 2022, jadi indikasi kalau produksi mulai melambat.
Berdasarkan data-data tersebut, industri manufaktur masih ekspansi di bulan Juni, namun ada indikasi perlambatan produksi dari bulan sebelumnya.
"Kalau dilihat dari subsektornya (dari rilis IKI), subsektor yang kontraksi itu Industri Tekstil," jelasnya.