Bagikan:

JAKARTA - Pelaku ekonomi tanah air mengaku masih optimis pertumbuhan ekonomi Tanah Air akan bertahan di level 5 persen. Faktor musiman, menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro masih menjadi pendorong stabilnya pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2019.

Adapun faktor-faktor musiman tersebut salah satunya yaitu penguatan konsumsi rumah tangga akibat perayaan Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 dan peningkatan realisasi belanja pemerintah pada akhir kuartal setiap tahunnya.

"Sementara itu, harga-harga komoditas utama seperti, batubara, minyak kelapa sawit, minyak mentah, karet dan nikel masih pada tingkat moderat, sehingga daya dorong sektor komoditas terhadap pertumbuhan ekonomi relatif masih lemah," kata Andry di Jakarta, Kamis 19 Desember.

Sampai dengan kuartal III 2019, ekonomi Indonesia mampu tumbuh pada kisaran lima persen meskipun ekonomi dunia tumbuh melambat akibat dampak ketidakpastian global terkait perang dagang AS-China dan gejolak geopolitik di berbagai wilayah, seperti Brexit, Hongkong, Semenanjung Korea, dan Timur Tengah.

Perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,02 persen (year on year) pada kuartal III 2019, atau cenderung melemah jika dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal III 2018 yang sebesar 5,17 persen (yoy). Namun, jika dibandingkan dengan negara-negara emerging market besar lainnya, capaian ekonomi Indonesia terbilang cukup memuaskan.

Pada periode yang sama, ekonomi China melambat dari 6,5 persen (yoy) menjadi 6 persen (yoy), dan ekonomi India merosot tajam dari 7 persen (yoy) menjadi 4,55 persen (yoy).

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran 4,95 persen sampai dengan 5,10 persen. APINDO mengaku pesimis pertumbuhan ekonomi bisa mencapai asumsi APBN-P 2019 yang ditargetkan 5,2 persen.

Lambannya pertumbuhan ekonomi disinyalir karena kinerja ekspor Indonesia yang relatif lemah dikarenakan ketergantungan berlebih pada ekspor komoditas mentah, khususnya kelapa sawit dan batubara. Perkembangan sektor industri manufaktur juga masih bergantung pada impor bahan baku dan barang modal, menjadi penyebab defisitnya neraca perdagangan di Semester I 2019.

Meski begitu, APINDO tetap yakin ekonomi Indonesia masih berada di level 5 persen seperti yang dikatakan para ekonom karena menjelang akhir tahun. biasanya sektor penggerak dari pertumbuhan ekonomi berasal dari tingginya daya beli masyarakat.

Ketua Umum APINDO Hariyadi Sukamdani menyebut berdasar data AC Nielsen, pengaruh konsumsi rumah tangga memiliki pengaruh mencapai sekitar 60% terhadap pertumbuhan ekonomi.