Bagikan:

JAKARTA - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) mengajukan penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp10 triliun pada 2024 untuk pengembangan kapasitas program Penugasan Khusus Ekspor (PKE) dan membuat program baru yang dibutuhkan para eksportir.

“Jadi PMN yang diajukan sebesar Rp10 triliun adalah untuk menambah kapasitas lima program existing, yaitu trade finance kawasan non tradisional, UKM, alat transportasi, industri farmasi, dan alat kesehatan dan kami juga menyediakan empat program baru yaitu industri pangan, offshore financing, penjaminan, dan asuransi,” ujar Direktur Eksekutif LPEI Riyani Tirtoso dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, dikutip dari Antara, Selasa 2 Juli.

Menurut dia, total PMN PKE existing sebesar Rp8,7 triliun telah teralokasi untuk seluruh program PKE, sehingga diperlukan penambahan PMN khusus.

Berdasarkan kajian LPEI, penambahan PMN khusus sebesar Rp10 triliun selama periode 2024-2028 memberikan manfaat dengan nilai Internal Rate of Return (IRR) 6,95 persen dan Net Present Value (NPV) positif sebesar Rp593 miliar.

Dia menganggap penambahan PMN PKE ini diperlukan karena Indonesia harus memperbaiki dan meningkatkan daya saing produk di mancanegara, eksportir memerlukan cost of production yang rendah sehingga dapat bersaing secara global dengan memanfaatkan tingkat suku bunga PKE, lalu program PKE membuka akses terutama untuk negara tradisional, dan tidak seluruh bank secara komersial mendukung industri strategis yang belum stabil.

LPEI dinyatakan sudah mengumpulkan usulan dari kementerian untuk alokasi PMN PKE Rp10 triliun, mulai Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri ada 14 produk prioritas ke lima kawasan yang mencakup 113 negara, Kementerian Perindustrian dan Kementerian BUMN usul industri strategis perkapalan, kereta api, manufaktur, farmasi dan alat kesehatan, serta olahan bahan pangan.

Kemudian juga dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk industri ritel serta restoran dan industri kreatif, dan Kementerian Keuangan untuk penghematan devisa atas program ketahanan pangan

“Jadi kami mengharapkan PMN untuk PKE ini akan memberikan manfaat, tercipta devisa negara senilai Rp119 triliun untuk kurun waktu 2024-2028, di mana kami menghitungnya dengan menggunakan formula National Developmental Impact yang disusun oleh IPB (Institut Pertanian Bogor),” kata Riyani.

Dalam kesempatan tersebut, dia menyampaikan berbagai alasan lainnya terkait mengapa PMN untuk PKE sebesar Rp10 triliun perlu dicairkan.

Pertama ialah ada perubahan dalam jajaran direksi, mulai dari penggantian seluruh dewan direktur, direktur eksekutif, direktur pelaksana, dan manajemen senior yang mayoritas dari bankir profesional. Artinya, tak terdapat lagi pengurus terkait dengan permasalahan kualitas aset yang terjadi pada periode 2009-2018.

Kedua, telah dilakukan pergantian pegawai level kepala divisi ke bawah sebanyak 224 orang sejak 2020 hingga Juni 2024 yang dimasukkan ke dalam program Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pensiun dini, dan diminta mengundurkan diri dan diganti dengan bankir profesional dari eksternal.

Ketiga, upaya hukum secara perdata maupun pidana telah dilakukan. Seperti diketahui, dua orang dari debitur, dua orang direktur LPEI, tiga kepala divisi, dan satu kepala departemen sudah dihukum penjara terkait kasus kredit bermasalah. Pihaknya menegaskan dukungan untuk penegakan hukum, termasuk meminta pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang terkait kasus hukum tersebut.

Keempat, penyelesaian kualitas aset telah dilakukan upaya pemulihan secara agresif dengan melibatkan jaksa pengacara negara - Jaksa Agung Muda Perdata Tata Usaha Negara (Jamdatun) dalam pelaksanaan fungsi non litigasi.

Di samping itu, lanjut dia, LPEI sudah mempunyai strategi penyelesaian aset bermasalah yang dipetakan ke dalam empat kluster. Mulai dari kluster pertama ialah strategi pencarian investor sebanyak 35 debitur dengan outstanding Rp13,6 triliun, lalu kluster selanjutnya mengenai collection dan penjualan aset 165 debitur dengan outstanding Rp19,6 triliun, strategi pemulihan maksimal atas 84 debitur dengan outstanding Rp16,5 triliun dan fokus pada legal action terhadap 15 debitur dengan outstanding Rp6 triliun.

Perubahan portfolio, infrastruktur, mekanisme pengambilan keputusan melalui komite secara 4 eye principle, monitoring, peningkatan kapabilitas sumber daya manusia, dan enforcement telah diimplementasikan sejak tahun 2020 yang berdampak positif pada kualitas aset tercermin pada tingkat Non Performing Loan (NPL) 0,00 persen.

“Strategi ke depan, kami akan terus fokus untuk perubahan bisnis model yang tadi saya sampaikan, yaitu beyond financing. Kemudian memberikan developmental impact yang besar, dalam hal ini untuk UKM dan sektor industri, yang memberikan nilai tambah, serta berorientasi pada sustainability,” ucap dia.