Bagikan:

JAKARTA - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal II 2024 akan melebar dikisaran 1,15 persen dari produk domestik bruto (PDB) dibandingkan dengan kuartal I 2024 di 0,64 persen.

"Meski melebar, namun tetap terbilang rendah jika dibandingkan dengan rata-rata defisit pada periode 2012 hingga 2019 yang sebesar 2,5 persen dari PDB," jelasnya kepada VOI, Jumat, 21 Juni.

Hal tersebut, lanjutnya, ditopang oleh tetap surplusnya neraca perdagangan meski sudah dalam tren yang menyusut.

“Pelebaran defisit terutama disebabkan oleh faktor musiman, di mana setiap kuartal kedua setiap tahunnya terjadi peningkatan pembayaran imbal hasil atau return dari instrumen keuangan domestik kepada non-resident,” ujarnya.

Dengan defisit yang diperkirakan melebar, Josua menyampaikan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal II 2024 diperkirakan masih akan belum membaik jika dibandingkan dengan posisi kuartal I 2024.

Menurut Josua, karena defisit transaksi berjalan cenderung akan melebar pada kuartal II 2024, terutama pada April hingga Mei 2024 terjadi outflow yang cukup signifikan pada pasar saham dan pasar surat berharga negara (SBN).

Adapun posisi cadangan devisa hingga Mei 2024 juga tercatat sebesar 139 miliar dolar AS, lebih rendah dari posisi akhir kuartal I 2024 yang sebesar 140 miliar dolar AS.

“Meski demikian, pada Juni 2024 sudah ada perbaikan pada pasar SBN. Kebijakan sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI) oleh BI juga masih bisa membantu pencatatan inflow sehingga dapat menjaga NPI kuartal II 2024,” jelasnya.

Sehingga, dengan adanya pelebaran defisit neraca transaksi berjalan dan neraca transaksi finansial yang kemungkinan masih akan mencatatkan outflow, Josua memperkirakan NPI masih akan mencatatkan defisit.

Secara keseluruhan 2024, Josua memperkirakan neraca transaksi berjalan akan mencatatkan defisit sebesar 0,94 persen dari PDB atau melebar dari defisit pada 2023 yang sebesar 0,14 persen dari PDB.

“NPI 2024 juga kami lihat akan mencatatkan defisit. Hal ini terindikasi dari cadangan devisa yang sudah turun signifikan dari posisi akhir 2023 yang sebesar USS 146 miliar, dan indikasi risiko ‘higher-for-longer’ yang masih menghantui hingga mendekati akhir 2024,” ungkapnya.

Adapun perkiraan tersebut berbanding terbalik dengan ramalan Bank Indonesia (BI) yang mengungkapkan defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal II 2024 akan lebih rendah.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) ungkapkan defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2024 diprakirakan rendah ditopang oleh berlanjutnya surplus neraca perdagangan, yang sampai dengan Mei 2024 tercatat sebesar 5,6 miliar dolar AS.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan aliran masuk modal asing dalam bentuk portofolio pada kuartal II 2024 atau hingga 14 Juni 2024, mencatatkan net inflows sebesar 4,0 miliar dolar AS, di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Mei 2024 meningkat menjadi sebesar 139,0 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor

“Secara keseluruhan, NPI 2024 diprakirakan terjaga dengan transaksi berjalan dalam kisaran defisit rendah sebesar 0,1 persen sampai dengan 0,9 persen dari PDB (produk domestik bruto),” ungkapnya dalam konferensi pers, Kamis, 20 Juni.

Perry menyampaikan neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan tetap mencatatkan surplus didukung oleh peningkatan aliran masuk modal asing baik dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun investasi portofolio sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik.