Bagikan:

JAKARTA - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan tren surplus perdagangan akan berlanjut di bulan Mei 2024 dengan perkiraan surplus sebesar 2,13 miliar dolar AS, atau turun dari surplus bulan April 2024 sebesar 3,56 miliar dolar AS.

"Penurunan surplus ini terutama disebabkan oleh kembalinya aktivitas perdagangan setelah perayaan Idulfitri, dengan latar belakang ekonomi domestik yang relatif solid," dalam keterangannya, Rabu, 19 Juni.

Selain itu, Josua memperkirakan pertumbuhan ekspor secara tahunan sebesar 1,55 persen (yoy) pada bulan Mei 2024. Sementara secara bulanan, ekspor diperkirakan meningkat 12,38 persen (mom) seiring dengan normalisasi kegiatan ekonomi setelah liburan Idulfitri.

Josua menyampaikan harga CPO meningkat secara bulanan pada bulan Mei 2024, didorong oleh kenaikan harga barang substitusi seperti minyak kedelai, di tengah penurunan pasokan minyak nabati secara global.

"Meskipun demikian, peningkatan kinerja ekspor bulanan dibatasi oleh data dari Tiongkok yang mengindikasikan kontraksi impornya dari Indonesia," jelasnya.

Josua menyampaikan Impor diperkirakan menurun secara tahunan, terutama karena high base effect dari tahun sebelumnya.

"Kami memperkirakan laju impor sebesar turun 6,40 persen (yoy) pada bulan Mei 2024, sebagian besar disebabkan oleh tingginya base effect dari bulan Mei 2023 ketika impor melonjak," tuturnya.

Secara bulanan, Josua menyampaikan impor menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor, dengan ekspektasi akselerasi sebesar 24,05 persen (mom).

Adapun, kenaikan ini terutama disebabkan oleh berakhirnya efek musiman Idulfitri dan pertumbuhan bulanan dua digit yang dilaporkan pada ekspor Tiongkok ke Indonesia.

Josua memproyeksikan defisit transaksi berjalan yang terkendali pada tahun 2024, dengan pelebaran moderat dari 0,14 persen dari PDB pada tahun 2023 menjadi 0,94 persen dari PDB, masih lebih rendah dibandingkan dengan periode 2012 - 2019, dengan rata-rata 2,50 persen dari PDB.

"Prospek ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain normalisasi harga komoditas secara bertahap, permintaan domestik yang relatif resilient, dan potensi dampak peningkatan ketidakpastian global terhadap permintaan global," ujarnya.

Josua menyampaikan faktor-faktor ini diperkirakan akan mempersempit surplus perdagangan dan dengan demikian mempengaruhi surplus barang dalam neraca transaksi berjalan.