Bagikan:

JAKARTA - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan seiring dengan surplus perdagangan yang terus menyusut, meningkatkan ekspektasi pelebaran defisit neraca transaksi berjalan (CAD) pada tahun 2024, yang diproyeksikan melebar dari 0,14 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2023 menjadi 0,94 persen dari PDB.

"Proyeksi ini didasarkan pada beberapa faktor, termasuk laju normalisasi harga komoditas yang moderat dan potensi dampak peningkatan ketidakpastian global terhadap permintaan dari mitra dagang utama Indonesia," kepada VOI, Selasa, 16 Juli.

Di sisi lain, Josua menyampaikan kebijakan hilirisasi diharapkan dapat mengurangi ketergantungan transaksi berjalan Indonesia terhadap harga komoditas sampai batas tertentu, sehingga membatasi defisit.

Menurut Josua defisit transaksi berjalan yang melebar diperkirakan akan berpotensi memberikan tekanan pada Rupiah dan cadangan devisa, terutama di tengah ketidakpastian pasar global yang ketidakpastian pasar global yang disebabkan oleh faktor ekonomi dan politik, yang akan kinerja neraca transaksi finansial.

Josua menyampaikan dalam jangka pendek, hal ini dapat menimbulkan risiko pelemahan nilai tukar Rupiah.

Namun, Josua memperkirakan bahwa risiko ini akan moderat pada akhir kuartal ketiga 2024 karena adanya proyeksi penurunan suku bunga kebijakan yang diproyeksikan dari The Fed.

"Pada akhir tahun 2024, kami memperkirakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS akan berkisar antara Rp15.900 - Rp16.200 dolar AS," jelasnya.

Menurut Josua langkah tersebut diharapkan untuk mendorong sentimen risk-on, menarik arus modal masuk, dan pada akhirnya mendukung nilai tukar Rupiah.

Josua menjelaskan surplus neraca perdagangan Indonesia bulan Juni 2024 merupakan yang terendah dalam empat bulan terakhir dan ini merupakan surplus terkecil terkecil sejak Februari 2024, karena pertumbuhan ekspor tahunan tertinggal dari pertumbuhan impor.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan barang Indonesia mencatatkan surplus pada Juni 2024 mencapai 2,39 miliar dolar AS. Surplus Ini juga menjadikan neraca perdagangan Indonesia surplus 50 bulan berturut-turut.

Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus pada Juni 2024 mencapai 2,39 miliar dolar AS atau turun 0,54 miliar dolar AS bila dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 2,92 miliar dolar AS.

“Surplus Juni 2024 ini tentunya lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, maupun bulan yang sama tahun lalu (turun 1,06 miliar dolar AS),” tutur Amalia dalam konferensi pers, Senin, 15 Juli.

Lebih lanjut, Amalia menyampaikan neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2024 masih surplus karena nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai impor.

Adapun, nilai ekspor Indonesia tercatat sebesar 20,84 miliar dolar AS, atau turun 6,65 persen secara bulanan. Sedangkan nilai impor Indonesia tercatat sebesar 18,45 miliar dolar AS, atau turun 4,89 persen bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Amalia menyampaikan surplus neraca perdagangan Juni 2024 lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan bulan yang sama pada tahun lalu.

Adapun surplus neraca perdagangan Juni 2024 ditopang oleh komoditas non minyak dan gas (migas) yakni sebesar 4,43 miliar dolar AS, yang mana komoditas yang memberikan sumbangan surplus adalah bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan nabati (HS 15), besi dan baja (HS 72) dan beberapa komoditas lainnya.

Sementara itu, surplus neraca perdagangan non migas Juni 2024 sebesar 4,43 miliar dolar AS lebih tinggi bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 4,25 miliar dolar AS, maupun bulan yang sama tahun lalu yang sebesar 4,41 miliar dolar AS.

Pada saat yang sama, Amalia menyampaikan neraca perdagangan dari komoditas migas tercatat defisit 2,04 miliar dolar AS, dengan komoditas penyumbang defisit berasal dari hasil minyak dan minyak mentah.

Defisit neraca perdagangan migas bulan Juni 2024 lebih dalam dibandingkan dengan bulan sebelumnya yakni sebesar 2,92 miliar dolar AS, maupun dibandingkan dengan bulan sama tahun lalu sebesar 3,45 miliar dolar AS.