Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, ikan nila banyak dibudidayakan di danau atau waduk Indonesia. Hal ini lantaran pangsa pasar yang tinggi mencapai 1,3 ton per tahun dengan 90 persen angka serapan dalam negeri.

Trenggono menambahkan, tingginya budi daya ikan nila yang dilakukan di danau atau waduk turut berimbas pada kerusakan ekosistem dan pencemaran kualitas air. Sehingga, pada akhirnya berdampak pada kualitas ikan yang dipanen.

"Kalau kami menghentikan budi daya perikanan di satu danau atau waduk, itu akan memunculkan reaksi pastinya. Padahal, kalau dibiarkan terus menerus dapat mencemari lingkungan juga berdampak pada kualitas ikan yang dihasilkan," ujar Trenggono dikutip dari laman resmi KKP, Jumat, 21 Juni.

Dia menyebut, ikan nila juga punya pangsa pasar cukup tinggi di luar negeri. Berdasarkan data Future Market Insight, nilai pasar ikan nila dunia pada 2024 diproyeksi sebesar 14,46 miliar dolar AS dan terus meningkat menjadi 23,02 miliar dolar AS pada 2034.

Untuk meminimalisir kegiatan budi daya di danau, kata Trenggono, KKP memiliki strategi membangun proyek percontohan atau modeling. Salah satunya modeling budi daya ikan nila salin di Karawang, Jawa Barat, seluas 80 hektare (ha).

Lewat keberhasilan modeling budi daya nila tersebut, diharapkan akan mempermudah upaya relokasi kegiatan budi daya dari danau maupun waduk ke lahan daratan.

Produktivitas modeling nila salin itu pun mencapai 7.020 ton per tahun atau senilai Rp196,5 miliar dengan asumsi harga jual Rp28.000 per kilogram. Namun, ke depan jumlah produksi akan ditingkatkan hingga 10.000 ton per tahun.

"Nila salin ini sebenarnya nila juga, nila dari perikanan air tawar yang kami geser supaya bisa hidup di perairan payau," katanya.

Kegiatan budi daya nila salin di Karawang, lanjut Trenggono, didukung oleh teknologi ramah lingkungan. KKP menyiapkan instalasi pengelolaan air limbah, mesin pakan otomatis hingga alat pengukur kualitas air untuk menunjang kualitas nila yang budi daya.

Metode maupun teknologi budi daya modeling inilah yang selanjutnya dapat diduplikasi ke berbagai daerah di Indonesia, dengan memberi contoh nyata.

"Kami optimistis relokasi lebih mudah dilakukan karena pembudidaya memiliki solusi untuk mempertahankan usahanya," pungkas Trenggono.