Bagikan:

JAKARTA - Anak usaha PT Indofarma Tbk, PT Indofarma Global Medika (IGM) diperkirakan mengalami kerugian mencapai Rp1,26 miliar akibat terjerat pinjaman online alias pinjol. Dana tersebut digunakan bukan untuk kepentingan perusahaan.

Anggota Komisi VI DPR RI, Nyoman Parta dari fraksi PDIP mengungkapkan berdasarkan data yang diperolehnya, dana yang diajukan oleh PT IGM ke pinjol ini digunakan untuk proyek fiktif.

Nyoman pun menyayangkan langkah PT IGM ini. Sebab, dia menilai, ada himpunan bank milik negara (Himbara) daripada meminjam melalui pinjol.

“Menurut informasi yang saya kumpulkan, data sekunder yang terkumpulkan itu dipakai untuk membuat proyek fiktif. Ini luar biasa, minjam uangnya ke pinjol, padahal banyak bank yang pemerintah miliki,” kata Nyoman dalam rapat Komisi VI DPR dengan Holding BUMN Farmasi, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 19 Juni.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama Bio Farma Shadiq Akasya selalu pimpinan Holding BUMN Farmasi mengatakan bahwa pinjaman online senilai Rp1,26 miliar dilakukan bukan dalam rangka kepentingan perusahaan, sehingga membuat IGM mengalami kerugian.

“Pinjaman melalui fintech bukan untuk kepentingan perusahaan berindikasi merugikan IGM senilai Rp1,26 miliar,” kata Shadiq.

Shadiq mengatakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memeriksa sebanyak 18 temuan.

Dari temuan tersebut, terdapat 10 di antaranya yang terindikasi fraud.

Selain pinjol, Shadiq mengatakan fraud lainnya yang ditemukan yakni indikasi kerugian atas transaksi unit bisnis Fast Moving Consumer Goods (FMCG) sebesar Rp157,33 miliar.

“Kemudian, indikasi kerugian di IGM atas kerugian depositonya kurang lebih Rp35,07 miliar, indikasi kerugian IGM atas kerugian deposito sebesar Rp38 miliar,” katanya.

Lalu, sambung Shadiq, adanya indikasi kerugian IGM atas penggadaian deposito beserta bunga senilai Rp38,06 miliar pada Bank Oke. Selanjutnya, kata Shadiq, ditemukan indikasi kerugian IGM senilai Rp18 miliar atas pengembalian uang muka dari MMU yang tidak masuk ke rekening IGM.

“Kemudian, pengeluaran dana dan pembebanan biaya tanpa didasar transaksi berindikasi kerugian IGM senilai Rp24,35 miliar,” jelasnya.

Selanjutnya, kata dia, kerja sama Distribusi Alkes TeleCTG dengan PT ZTI tanpa perencanaan Memadai Berindikasi merugikan IGM senilai Rp4,50 miliar atas pembayaran yang melebihi nilai invoice dan berpotensi merugikan IGM senilai Rp10,43 miliar atas stok TeleCTG yang tidak dapat terjual.

“Lalu ada juga kegiatan usaha masker tanpa perencanaan yang memadai berindikasi fraud, berindikasi kerugian senilai Rp2,67 miliar atas penurunan nilai persediaan masker serta berpotensi kerugian senilai Rp60,24 miliar atas piutang macet PT Promedik dan senilai Rp13,11 miliar atas sisa persediaan masker,” katanya.

Kemudian, pembelian dan penjualan Rapid Test Panbio PT IGM tanpa perencanaan memadai berindikasi fraud dan berpotensi kerugian senilai Rp56,70 miliar atas piutang macet PT Promedik.

“Lalu, PT Indofarma melaksanakan pembelian dan penjualan PCR Kit COVID-19 Tahun 2020/2021 tanpa perencanaan yang memadai berindikasi fraud serta berpotensi kerugian senilai Rp5,98 miliar atas piutang macet PT Promedik dan senilai Rp9,17 miliar atas tidak terjualnya PCR Kit COVID-19 yang kedaluwarsa,” ucap Shadiq.