JAKARTA - PT Freeport Indonesia kini bisa melakukan perpanjang izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Hal ini sejalan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Aturan ini diteken oleh Presiden Joko Widodo pada pada 30 Mei 2024.
Dalam aturan ini, pada Pasal 195 dan Pasal 196 disisipkan dua pasal, yakni Pasal 195A dan Pasal 195B yang mengatur mengenai IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
Pada pasal 195B ayat (1) disebutkan IUPK operasi produksi yang merupakan perubahan bentuk dari Kontrak Karya (KK) sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dapat diberikan perpanjangan setelah memenuhi kriteria paling sedikit:
a. Memiliki fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian terintegrasi dalam negeri;
b. Memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas Pengolahan dan/ atau Pemurnian;
c. Sahamnya telah dimiliki paling sedikit 51 persen (lima puluh satu persen) oleh peserta Indonesia;
d. Telah melakukan perjanjian jual beli saham baru yang tidak dapat terdilusi sebesar paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) dari total jumlah kepemilikan saham kepada BUMN;
e. Mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara;
f. Memiliki komitmen investasi baru paling sedikit dalam bentuk kegiatan eksplorasi lanjutan dan peningkatan kapasitas fasilitas pemurnian, yang telah disetujui oleh Menteri.
Kemudian pada pasal 2 berbunyi perpanjangan diberikan selama ketersediaan cadangan dan dilakukan evaluasi setiap 10 (sepuluh) tahun.
"Permohonan perpanjangan izin diajukan kepada menteri paling lambat 1 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan operasi produksi," isi pasal 3 beleid tersebut.
Sedangkan pasal 4 berbunyi: Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dilengkapi dengan:
a. surat permohonan;
b. peta dan batas koordinat wilayah;
c. bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi 3 (tiga) tahun terakhir;
d. laporan kegiatan Operasi Produksi sampai dengan permohonan perpanjangan;
e. laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan;
f. RKAB; dan
g. neraca sumber daya dan cadangan.
Pasal 5 disebutkan bahwa Menteri memberikan persetujuan permohonan perpanjangan izin berdasarkan hasil evaluasi terhadap pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) serta terhadap kinerja Operasi Produksi, dalam jangka waktu paling lambat sebelum berakhirnya izin.
Baca juga:
"Menteri dapat menolak permohonan perpanjangan berdasarkan hasil evaluasi terhadap pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) serta terhadap kinerja Operasi Produksi," bunyi isi pasal 6.
Terakhir, pasal 7 berbunyi "Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disampaikan kepada pemegang izin paling lambat sebelum berakhirnya izin dengan disertai alasan penolakan".
Diketahui sebelumnya pada PP nomor 96 tahun 2021 disebutkan bahwa perpanjangan IUPK baru bisa dilakukan paling cepat 5 tahun atau paling lambat 1 tahun sebelum masa berlaku izin usaha pertambangan tersebut berakhir.