JAKARTA - Laporan Global Energy Monitor (GEM) mengungkapkan Asia Tenggara mampu memenuhi pertumbuhan energi lewat energi terbarukan dengan harga kompetitif serta emisi karbon yang rendah.
Adapun rata-rata biaya pembangkitan listrik (levelized cost of electricity/LCOE) energi surya di Asia Tenggara saat ini berkisar 70-95 dolar AS/megawatt hour (MWh) dan energi angin 105-135 dolar AS/MWh, dibandingkan gas 80-125 dolar AS/MWh.
“Permintaan energi terus meningkat di seluruh wilayah Asia Tenggara seiring dengan bertumbuhnya ekonomi, tetapi meningkatkan produksi gas bukan solusi jangka panjang. Memenuhi kebutuhan dengan energi terbarukan yang lebih hemat biaya, akan mengamankan wilayah Asia Tenggara dari harga gas yang tidak stabil, dan merupakan jalur yang lebih hijau ke depannya,” kata Project Manager for Asia Gas Tracker Global Energy Monitor (GEM) Warda Ajaz sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis 30 Mei.
Pihaknya mengusulkan agar negara-negara di Kawasan Asia Tenggara dapat mengembangkan energi hijau secara masif seperti energi surya dan angin, pasalnya dua sumber energi itu diproyeksikan mampu menjadi energi yang lebih terjangkau pada masa mendatang.
SEE ALSO:
Berdasarkan laporan tersebut, pengembangan energi surya dan angin di Asia Tenggara, jika berhasil dibangun maka diproyeksikan mampu menghasilkan listrik sebesar 450 terawatt hour (TWh) per tahun.
Jumlah itu setara 2/3 proyeksi permintaan listrik di wilayah ini pada 2030. Selain itu, GEM menegaskan pengembangan energi terbarukan domestik yang dilengkapi baterai penyimpanan energi bisa menjadi alternatif bagi negara Asia Tenggara untuk terbebas dari tekanan pergerakan harga gas di pasar global.