JAKARTA - Pemerintah memberikan sejumlah kebijakan menarik di sektor hulu minyak dan gas bumi untuk lebih banyak lagi menarik investasi di sektor strategis tersebut di Tanah Air.
Kebijakan itu antara lain fleksibilitas kontrak yang memungkinkan para kontraktor memilih skema kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) berbentuk cost recovery atau gross split.
"Kebijakan menarik juga terkait perbaikan terms and conditions pada putaran lelang, insentif fiskal dan nonfiskal, perizinan online, dan penyesuaian regulasi untuk WK (wilayah kerja) migas nonkonvensional," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa 30 Agustus.
Tutuka mengungkapkan hal tersebut dalam sambutan saat Agenda Paralel Energy Transitions Working Group (ETWG) Presidensi G20 Indonesia bertajuk "Exploring Short-term Solutions for the Global Gas Crisis" yang digelar Kementerian ESDM bersama Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA).
Ia mengatakan konflik yang terjadi di Eropa membuat harga-harga energi berangsur mengalami kenaikan, sehingga menekan ekonomi negara-negara anggota G20, yang tengah bangkit kembali setelah pandemi COVID-19.
Salah satu energi yang terdampak konflik adalah gas alam, karena pasar gas menjadi semakin ketat, terjadi gangguan pasokan, volatilitas harga, dan underinvestment. Dampaknya bagi pasar gas adalah terjadinya peningkatan pada LNG spot price.
"Sebagai negara penghasil dan pengekspor gas, Indonesia sebenarnya tidak terdampak langsung oleh disrupsi pasar gas yang sedang terjadi secara global. Namun, kami berharap situasinya akan lebih baik terutama bagi negara-negara yang terdampak langsung dari kenaikan harga dan ketidakpastian pasokan gas," ujarnya.
Pemerintah Indonesia, tutur Tutuka, juga telah membangun infrastruktur gas bumi di seluruh Indonesia. Sebagai negara produsen dengan potensi investasi hulu migas yang cukup besar, peningkatan investasi gas bumi menjadi penting untuk menjamin keamanan pasokan dan menstabilkan harga gas.
"Penting juga untuk mengembangkan lebih banyak infrastruktur untuk meningkatkan pemanfaatan gas alam. Lebih banyak pembiayaan dan investasi diperlukan untuk memperluas pembangunan infrastruktur. Kami juga menyadari bahwa stabilisasi pasar gas global membutuhkan kerja sama dari semua pihak, termasuk produsen, konsumen, investor, dan pemangku kepentingan lainnya," tambahnya.
Pada neraca gas Indonesia periode 2022-2030, Indonesia diproyeksikan memenuhi seluruh permintaan produksi domestik, mulai dari suplai eksisting, suplai proyek, dan suplai potensial. Selain itu, peran LNG juga dapat dioptimalkan.
Sesuai proyeksi, akan terdapat peningkatan produksi LNG pada 2028. Dalam 10 tahun mendatang, Indonesia akan surplus gas hingga 1.715 MMSCFD, berasal dari proyek potensial di berbagai daerah di Indonesia.
"Proyek-proyek tersebut antara lain Blok Masela yang akan mulai berproduksi setelah pertengahan dekade ini dan proyek IDD yang diharapkan dapat mendukung produksi LNG Bontang. Ada juga Andaman dan Agung, yang diharapkan bisa berkontribusi pada neraca gas dalam jangka panjang," jelas Tutuka.
BACA JUGA:
Pada kesempatan yang sama, Chair ETWG Yudo Dwinanda Priaadi menekankan stabilitas pasar gas sangat penting, salah satunya bahwa gas membuka akses kepada sumber energi bersih yang terjangkau dan andal, serta untuk sumber energi pembangkit listrik.
Gas bumi dapat menjadi sumber energi yang mampu menyediakan pasokan energi yang fleksibel dan tidak terputus.
"Gas adalah material kunci untuk berbagai industri, seperti pupuk, baja, dan petrokimia. Gas juga sumber energi kunci untuk menyediakan energi yang lebih bersih dan andal untuk rumah tangga, terutama bagi negara berkembang. Gas juga menjadi jembatan bagi pengembangan sumber energi terbarukan," jelas Yudo.
Terakhir, gas alam menjadi penting untuk meningkatkan pengembangan hidrogen sebagai salah satu dari teknologi energi bersih yang paling menjanjikan di masa depan. Hidrogen yang diproduksi dari gas dapat menjadi pelengkap hidrogen dari energi terbarukan.
"Menyadari pentingnya peran gas, maka stabilitas pasar gas global perlu dijaga. Ketidakstabilan pasar gas kemungkinan akan berdampak negatif pada perekonomian secara keseluruhan. Ketidakpastian gas global yang sedang berlangsung juga dapat mengganggu perjuangan kita untuk Recover Together, Recover Stronger, seperti yang telah disuarakan oleh Presidensi G20," ujar Yudo.