DEN HAAG - Merantau ke negeri lain dengan skill yang memadai membuat Ajo Chudria, Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Belanda memiliki penghasilan yang fantastis. Pria keturunan Sumatera Barat ini mendapatkan cuan dari hasil kerja sebagai seniman tato.
Ajo pun menceritakan pengalamannya bekerja di Belanda kepada VOI. Ia mengaku bisa meraup pendapatan rata-rata hingga 5.000 Euro per bulannya atau setara sekitar Rp87 juta (asumsi kurs Rp17.400 per Euro).
“Tapi kan setiap bulan ada naik turunnya, seperti di musim panas itu Juli sampai Agustus, itu agak berkurang omzetnya. Karena di Eropa, itu waktu orang berlibur musim panas. Jadi rata-rata tidak ingin ditato,” katanya kepada VOI saat ditemui di KBRI Den Haag, Belanda, ditulis Minggu, 26 Mei.
Ketua Harian Diaspora Minang Sakato di Belanda ini juga mengaku dengan penghasilan yang didapatnya, dirinya bisa membeli rumah di Kota Alkmaar, Belanda bagian utara.
“Untuk rumah, alhamdulillah bisa beli rumah di sini (Belanda),” tuturnya.
Kembali bicara soal rumah yang dibeli di sana, Ajo blak-blakan mengaku sebagai WNI tidak dipersulit oleh Pemerintah Belanda, termasuk untuk mendapat pinjaman dari bank.
“Enggak (dipersulit beli rumah di Belanda). Karena bisa dilihat dari jenis visa-nya kan, dari izin tinggalnya. Terus, dari penghasilannya juga kalau mau (mengajukan) hipotek ke bank,” kata dia.
Bahkan, Ajo bercerita jika memiliki izin tinggal di Belanda, maka kewajiban dan hak yang didapat akan sama dengan warga Belanda sendiri. Kata dia, yang membedakan hanya tidak punya hak suara untuk memilih perdana menteri.
“Walaupun kita pakai passport Indonesia, yang membedakannya hanya kita tidak bisa ikut pemilu untuk memilih perdana menterinya saja. Kalau untuk seperti pemilu di Indonesia itu, aku bisa ikut milih, dapat surat suara disini,” imbuhnya.
Meski sudah punya rumah dan penghasilan yang fantastis di Belanda, Ajo mengaku punya keinginannya untuk kembali ke Tanah Air. Ajo mau saat sudah pensiun sebagai seniman tato bisa bolak-balik Belanda dan Indonesia.
Tapi, untuk saat ini, dia belum memiliki rencana mengajak istri dan anaknya untuk tinggal di Indonesia. Ia mengaku ingin buah hatinya mengenyam pendidikan di Belanda hingga tuntas.
“Pinginnya menikmati masa pensiun nanti bolak-balik di Indonesia dan Belanda,” ucapnya.
Awal Berkarir sebagai Seniman Tato di Belanda
Ajo berkisah, mulanya ia menjalani profesi sebagai pelukis dan pindah ke Belanda pada 2002 silam. Di rentang tahun 2006 hingga 2007, Ajo mulai beralih belajar seni tato. Dia bilang tato mulai digemari dan diterima sebagai sebuah karya seni pada saat itu.
Berbagai jenis tato pun dipelajari oleh Ajo. Mulai tradisional tato asli Indonesia yakni salah satunya tato khas Mentawai. Kemudian, realis, mauri style, hingga blackworks.
Ajo pun mengaku sampai terbang ke Jerman untuk menambah pengetahuannya mengenai tato. Hingga akhirnya, di tahun 2010 memutuskan untuk berkarir sebagai seniman tato di Belanda.
“Aku dulu pelukis, punya studio lukis di sini. Tahun 2010 masih belajar ikut tato konvensional lain, aku belajar sampai ke Jerman. Sebelumnya aku juga traveling, jadi guest tatto artist di studio-studio tato lain. Tahun 2017 aku baru buka studio tato sendiri Chudria Tatto,” imbuhnya.
Ajo bilang pekerjaannya sebagai seniman tato di negeri Kincir Angin disebut dengan nama 'Vrij Beroep'. Artinya, kata dia, tidak ada kursus pelatihan yang ditentukan dan disertifikasi oleh pemerintah.
Namun, Ajo menjelaskan ketika seseorang ingin menjadi seniman tato di Belanda, maka mereka harus terdaftar dan mendapatkan sertifikat dari departemen kesehatan. Sertifikat tersebut juga harus diperpanjang tiap tiga tahun. Nantinya, pihak dari departemen kesehatan akan rutin untuk kontrol ke studio tato setiap tahun.
BACA JUGA:
“Enggak susah (buka usaha di Belanda). Pengalaman saya, gampang, karena semua jalurnya sudah jelas. Tidak terlalu ribet, kita cukup datang ke satu kantor saja, kita sudah bisa mendaftarkan usaha kita, aturan-aturannya sudah jelas,” jelasnya.
Saat ini, kata Ajo, dirinya hanya bekerja selama 8 jam dalam satu hari. Karena itu, pelanggannya harus membuat janji terlebih dahulu sebelum datang ke studio tato miliknya.
“Yang datang ke aku harus buat janji dulu, karena buat aku mereka bayar skill dan waktu aku. Jadi aku enggak mau saat mengerjakan tato, ada klien lain datang. Jadi terkesan tidak profesional. Saat ini, aku maksimal kerja 8 jam per hari,” imbuhnya.