Konglomerat Anthony Salim, Pengusaha Sukses Keturunan China yang Bisnisnya 'Tahan' Pandemi COVID-19
Konglomerat Anthony Salim. (Foto: Instagram @forbesindonesia)

Bagikan:

JAKARTA - Nama Anthony Salim sudah malang melintang di dunia bisnis. Pria yang memiliki nama Tionghoa Liem Hong Sien ini adalah CEO Salim Group, sebuah perusahaan yang dijalankan keluarga dengan investasi di bidang makanan, perbankan, dan telekomunikasi.

Anthony Salim lahir di Kudus Jawa Tengah pada 15 Oktober 1949. Ia memiliki darah keturunan China dan hal tersebut sangat memotivasinya untuk mendirikan usaha utamanya di bidang perdagangan layaknya keluarga besarnya.

Dia mengambil alih perusahaan usai kematian ayahnya. Pria kelahiran 1949 ini menyelesaikan Bachelor of Arts pada tahun 1971 di Ewell County Technical College di Inggris. Anthony Salim merupakan sosok penting berkembang pesatnya Salim Group saat hampir bangkrut pada tahun 1998.

Di luar kesuksesannya, Anthony pernah mengalami kerugian besar pada saat krisis moneter di tahun 1998. Pada saat itu, Salim Group mempunyai utang hingga Rp55 miliar dan hampir bangkrut. Walaupun begitu, ia masih bisa bangkit kembali dan dapat bertahan hingga saat ini.

Berdasarkan catatan Forbes, harta kekayaan Anthony Salim dan keluarga mencapai hingga 5,9 miliar dolar AS atau hampir Rp85 triliun berkat rentetan bisnisnya yang sukses menguasai pasar Indonesia. Ia pun kini menjadi orang terkaya nomor 4 di Indonesia, di bawah Hartono bersaudara, keluarga Eka Tjipta Widjaja, dan Prajogo Pangestu.

Dan berikut ini, adalah gurita bisnis milik Salim Group:

1. Indofood

Grup Salim merupakan kelompok bisnis yang cenderung menjalankan bisnis dari hulu ke hilir. Grup Salim sukses mendirikan PT Indofood Sukses Makmur Tbk sebagai perusahaan induk. Indofood merupakan perusahaan berbasis di Indonesia yang utamanya bergerak dalam industri pengolahan makanan.

Perusahaan ini mengklasifikasikan bisnisnya menjadi lima segmen yakni produk konsumen bermerek, bogasari, agrobisnis, distribusi serta budi daya dan pengolahan sayuran. Perusahaan ini mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1990.

Emiten berkode saham INDF ini berhasil membukukan peningkatan kinerja meski masa pandemi COVID-19. Per September 2020, Indofood membukukan kenaikan penjualan neto konsolidasi sebesar 2 persen menjadi Rp58,78 triliun dibandingkan Rp57,85 triliun tahun lalu per September 2019.

Laba usaha pun tercatat naik 21 persen menjadi Rp8,63 triliun dari Rp7,15 triliun, dan marjin laba usaha meningkat menjadi 14,7 persen dari sebelumnya 12,4 persen.

"Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk tumbuh 6 persen menjadi Rp3,75 triliun dari Rp3,53 triliun," papar Anthoni Salim, Direktur Utama dan Chief Executive Officer Indofood, dalam keterangan resmi, Senin, 30 November 2020.

Dilihat dari segmennya, mayoritas memang mencatatkan peningkatan penjualan. Hanya Bogasari yang tertekan 3,53 persen yoy menjadi Rp16,66 triliun.

Penjualan segmen produk konsumen bermerek yang biasa menjadi penopang tercatat meningkat 3,85 persen secara tahunan menjadi Rp33,72 triliun. Pertumbuhan ini masih lebih mini dibanding segmen distribusi yang mencapai 9,08 persen yoy menjadi Rp3,41 triliun. Sementara, pertumbuhan penjualan paling tipis dicatatkan oleh segmen agribisnis 2,95 persen yoy menjadi Rp10,32 triliun.

2. Indofood CBP

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk sendiri merupakan anak perusahaan dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk. Sebagaimana induknya, produk Indofood CBP memenuhi rak-rak supermarket hingga warung-warung kecil.

Produknya sangat beragam mulai dari mie instan dengan merek Indomie, Supermi, Sarimi, Pop Mie, Sakura. Lalu segmen minuman seperti susu Indomilk, Milkuat, hingga susu Cap Enak.

Produk Sarimie. (Foto: Dok. Indofood CBP)

Beberapa produk makanan ringan perusahaan berkode saham ICBP ini juga laris di pasaran seperti Qtela, Chitato, Lays, Chiki, Jetz, Dueto, Cheetos, dan sebagainya. Kemudian produk sambal sambal dan kecap yang juga diberi nama Indofood.

Sama seperti perusahaan induknya, jejak positif juga ditorehkan oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Mengutip laporan keuangannya, ICBP juga mampu mempertahankan pertumbuhan top line maupun bottom line hingga kuartal III 2020. 

Sepanjang Januari hingga September 2020, ICBP mengantongi penjualan hingga Rp33,89 triliun atau naik 3,37 persen year on year (yoy). Adapun segmen mi instan masih menjadi penopang penjualan hingga Rp22,89 triliun. Jumlah ini meningkat 5,68 persen yoy dibanding sebelumnya Rp21,66 triliun. 

Akan tetapi, pertumbuhan penjualan paling signifikan justru dicatatkan segmen penyedap rasa mencapai 21,51 persen yoy menjadi Rp2,89 triliun. Sementara, penjualan segmen lainnya juga mengalami pertumbuhan walaupun tidak signifikan.

Misalnya, dairy tumbuh 3,82 persen secara tahunan, makanan ringan 2,87 persen secara tahunan, serta nutrisi dan makanan khusus yang bertumbuh 1,44 persen secara tahunan.

3. Salim Ivomas

Grup Salim juga merambah ke bisnis perkebunan sawit terintegrasi, dari perkebunan sawit, pengolahan minyak CPO, hingga produsen minyak goreng lewat PT Salim Ivomas Pratama Tbk.

Produsen minyak goreng bermerek Bimoli ini mendapat berkah dari situasi pandemi COVID-19. Mereka berhasil membalikkan keadaan dari posisi rugi di 2019 menjadi untung di 2020. Kinerja perusahaan milik konglomerat Anthony Salim pada 2020 lalu berhasil ditopang pembatasan pergerakan masyarakat.

Pembatasan pergerakan membuat masyarakat banyak menghabiskan waktu di rumah demi memutus rantai penyebaran virus COVID-19.

Perusahaan yang melantai di BEI dengan kode saham SIMP ini berhasil membukukan pendapatan dari kontrak dengan pelanggan sebesar Rp14,74 triliun pada 2020. Pencapaian itu lebih tinggi 6 persen daripada pencapaian tahun sebelumnya sebesar Rp13,65 triliun.

Direktur Utama Salim Ivomas Pratama Mark Wakeford merinci, pendapatan dari sektor perkebunan sebesar Rp8,45 triliun, sektor minyak dan lemak nabati sebesar Rp11,45 triliun, dan lain-lain atau eliminasi Rp5,43 triliun.

Alhasil, Salim Ivomas berhasil mencetak laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp234,28 miliar. Capaian itu berbanding terbalik dengan posisi 2019 yang merugi Rp546,14 miliar.

Minyak Goreng Bimoli. (Foto: Dok. Salim Ivomas)

Perseroan mencatat peningkatan profitabilitas terutama karena kenaikan harga jual rata-rata produk sawit dan upaya dalam melakukan pengendalian biaya dan efisiensi. Pihaknya mencatat harga jual rata-rata (ASP) CPO dan PK masing-masing naik 24 persen yoy dan 21 persen yoy.

Sejalan dengan penurunan produksi, volume penjualan CPO turun 15 persen yoy menjadi 748.000 ton, sedangkan volume penjualan produk PK turun 17 persen yoy menjadi 183.000 ton.

Selain itu, laba tahun berjalan naik juga didukung peningkatan laba kotor, penurunan beban penjualan dan distribusi, beban umum dan administrasi, serta laba selisih kurs yang sebagian diimbangi oleh laba atas perubahan nilai wajar aset biologis yang lebih rendah serta kenaikan beban pajak penghasilan.

4. London Sumatera

Selain kepemilkan pada Ivomas, Salim Group juga mengendalikan perusahaan sawit besar lainnya yakni PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). Kedua raksasa sawit ini terafiliasi dengan Indofood Agri Resources.

Pada 2020, London Sumatra membukukan kinerja yang gemilang. Mereka mencatatkan pendapatan dari kontrak dengan pelanggan sebesar Rp3,53 triliun, meski turun 4,4 persen dibandingkan dengan perolehan 2019 sebesar Rp3,69 triliun.

Namun, penurunan pendapatan itu sebagian diimbangi oleh kenaikan harga jual rata-rata (ASP) produk sawit hingga 26 persen secara yoy. Kenaikan harga itu pun berhasil membawa London Sumatera mencetak pertumbuhan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar 174,12 persen menjadi Rp696,01 miliar, dibandingkan dengan perolehan 2019 sebesar Rp253,9 miliar.

Presiden Direktur PP London Sumatra Benny Tjoeng mengatakan bahwa harga crude palm oil (CPO) berhasil naik signifikan pada paruh kedua 2020, setelah sempat anjlok ke level terendah pada kuartal II 2020. Kenaikan harga CPO dinilai didorong oleh ekspektasi dampak dari kondisi cuaca, pasokan CPO yang terbatas, dan naiknya permintaan kedelai.

"Kenaikan laba perseroan juga didukung upaya perseroan dalam pengendalian biaya dan efisiensi. Hal itu pun tercermin dari sejumlah pos beban yang berhasil ditekan, seperti beban pokok penjualan menjadi Rp2,46 triliun dibandingkan dengan 2019 sebesar Rp3,13 triliun," ucapnya.

Lalu, beban penjualan dan distribusi juga turun menjadi Rp52,9 miliar, beban umum dan administrasi menjadi Rp212,69 miliar, dan beban operasi lain sebesar Rp11,16 miliar.

London Sumatra juga mempertahankan posisi keuangan dengan total aset Rp10,92 triliun, termasuk posisi kas dan setara kas Rp1,96 triliun. LSIP juga tidak melakukan pendanaan melalui utang per 31 Desember 2020.

Dari sisi produksi, volume produksi Tandan Buah Segar (TBS) inti turun 11,7 persen yoy menjadi 1.294.716 ton terutama karena dampak cuaca dan kegiatan peremajaan tanaman sawit. Sejalan dengan kontribusi TBS eksternal yang lebih rendah, total produksi CPO LSIP juga turun 16,9 persen yoy menjadi 330.936 ton.

Dari itu, volume penjualan CPO turun 22,2 persen yoy menjadi 324.939 ton dan volume penjualan PK dan produk turunan PK turun 21,9 persen yoy menjadi 97.552 ton.

5. Sari Roti

Salim Group masuk ke bisnis pembuatan roti lewat kepemilikannya di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI) yang memproduksi brand Sari Roti. Perusahaan ini baru berdiri pada tahun 1995, namun catatan penjualannya terus meroket.

Produk makanan Sari Roti. (Foto: Dok. Nippon Indosari Corporindo) 

Produk Sari Roti mudah ditemukan di mana saja, dari pedagang keliling, toko kelontong sampai minimarket. Dengan masa kedaluwarsa produk rata-rata kurang dari sepekan, distribusi merupakan kunci sukses penjualan Sari Roti.

Sari Roti mencatatkan penurunan kinerja di kuartal III 2020 secara tahunan (yoy). Mengutip laporan keuangan kuartal III-2020, penjualan bersih produsen Sari Roti ini turun 0,81 persen yoy menjadi Rp2,44 triliun.

Pada periode yang sama tahun sebelumnya, Sari Roti mengantongi penjualan Rp2,46 triliun. Sedangkan laba bersih ROTI tergerus 39,9 persen yoy dari Rp211,7 miliar menjadi Rp127,2 miliar.

"Tahun 2018 kita tumbuh sekitar 12 persen, 2019 tumbuh sekitar 20 persen di tahun 2020 kita flat. Rasanya tidak terlalu demanding memposisikan outperforming, kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia 3 hingga 5 persen Sari Roti bisa lebih besar lagi," jelas Head Investor and Public Relations Nippon Indosari Hadi Susilo, Selasa, 24 November 2020.

Berdasarkan progres kinerja secara kuartalan, khusus di kuartal tiga saja ROTI mengantongi pendapatan sebesar Rp766 miliar, naik dari kondisi di kuartal II 2020 yang hanya mengantongi Rp761,2 miliar. Laba bersih juga tercatat naik signifikan dari Rp13,6 miliar menjadi Rp35,8 miliar.

Nippon Indosari tengah membangun dua pabrik baru masing-masing di Banjarmasin dan Pekanbaru. Rencananya pabrik tersebut akan beroperasi di kuartal I-2021 dan bisa meningkatkan kapasitas produksi dari 5 juta roti per hari menjadi 5,5 juta roti per hari.

6. Indomaret

Bapak tiga anak itu juga memutuskan untuk melebarkan sayapnya dengan merintis usaha waralaba bernama Indomaret Group sejak tahun 1998. Terhitung, kini terdapat 28 kantor cabang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Bahkan gerainya pun sudah ada sebanyak 16.336 yang tersebar di berbagai daerah di Tanah Air.

Perusahaan pemilik ritel Indomaret, PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET), mengalami penurunan laba bersih yang drastis hingga kuartal ketiga 2020. Tercatat terjadi penurunan 79,92 persen secara tahunan laba bersih perusahaan.

Foto

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasi, laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk hanya mencapai Rp71,98 miliar. Nilai ini turun drastis dari posisi akhir kuartal III 2019 yang nilainya Rp265,84 miliar.

Nilai laba bersih per saham juga ikut turun tajam menjadi Rp5,08 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp18,74. Padahal pada akhir September 2020, perusahaan mencatatkan kenaikan penjualan yang signifikan secara tahunan mencapai 102,82 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Pendapatan perusahaan tercatat mencapai Rp316,50 miliar, naik dari posisi Rp156,04 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Drastisnya penurunan laba bersih ini salah satunya disebabkan karena beban penjualan yang membengkak menjadi Rp201,14 miliar, diibanding dengan periode akhir September 2019 Rp147,66 miliar.