Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menyiapkan aturan pengelolaan Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis).

Pasalnya, ikan endemik yang hidup di Danau Singkarak, Sumatera Barat (Sumbar) ini telah mengalami penangkapan berlebih (overfishing) dan penurunan ukuran tangkap selama beberapa tahun terakhir.

"Ikan bilih termasuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan kategori Vulnerable (VU). Ikan ini mengalami ancaman kepunahan akibat penangkapan berlebih, penggunaan alat dan cara penangkapan yang tidak berkelanjutan, pencemaran dan penurunan kualitas habitat serta degradasi habitat," ujar Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) Firdaus Agung dikutip dari laman resmi KKP, Senin, 13 Mei.

Firdaus menyebut, ada delapan jenis ikan air tawar genus Mystacoleucus.spp di dunia. Namun, untuk jenis ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) hanya ada di Danau Singkarak, Sumbar.

Di mengatakan, hasil penelaahan Pokja Perlindungan Biota Perairan Terancam Punah Prioritas Tahun 2023 Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merekomendasikan perlunya dilakukan perlindungan terhadap ikan bilih.

Hal ini sesuai Pasal 12 UU Perikanan yang disebutkan setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Republik Indonesia.

"Karenanya, perlindungan terhadap sumber daya ikan dan lingkungannya perlu dilakukan melalui sinergi berbagai pihak," katanya.

Menurut Firdaus, selain kerja sama intens antar pemangku kepentingan baik daerah maupun nasional, perlindungan ikan bilih dan ekosistem Danau Singkarak juga harus dilaksanakan berdasarkan kajian ilmiah serta memperhatikan aspek ekosistem dan sosial ekonomi masyarakat sekitar Danau Singkarak.

"Sesuai tugas dan fungsinya, KKP akan mulai mengatur konservasi ekosistem dan biota perairan di perairan daratan. Konservasi ikan bilih di Danau Singkarak menjadi contoh baik dalam hal peran pemerintah melindungi sumber daya perairan tawar," tuturnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumatera Barat Reti Wafda mengatakan, pihaknya berupaya untuk menyelamatkan ikan bilih dari ancaman kepunahan.

Salah satunya dengan menetapkan Danau Singkarak sebagai 15 danau prioritas nasional yang perlu penyelamatan melalui Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional.

"Menindaklanjuti Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2021, pemerintah telah menetapkan Peraturan Gubernur Sumbar Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penggunaan Bahan Alat Penangkapan Ikan di Danau Singkarak yang melarang penggunaan Alat Penangkapan Ikan (API) yang dapat merusak sumber daya ikan di perairan Danau Singkarak. API yang dimaksud adalah jaring angkat/bagan," ungkapnya.

Adapun Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN Syahroma Husni Nasution menuturkan, telah terjadi penurunan populasi dan ukuran selama periode 24 tahun (1997-2021) terakhir, yang mana ukuran ikan bilih mengalami penurunan sebesar 60 persen (186 menjadi 59 mm) dan terjadi penangkapan yang berlebihan (over fishing) ([E] ikan Bilih > 0,61) oleh alat tangkap bagan.

"Ikan bilih di Danau Singkarak perlu dilindungi secara terbatas berdasarkan ukuran, yaitu tidak boleh ditangkap pada ukuran ikan 70-90 mm karena kondisi matang gonad. Selain itu, tidak boleh menggunakan jaring berukuran <3/4 inci pada alat tangkap bagan dan gillnet," pungkasnya.