JAKARTA - Menurut laporan yang yang dirilis hari ini oleh Better Than Cash Alliance, Partnership for Indonesia's Sustainable Agriculture (PISAgro), dan Pemerintah Indonesia, lebih dari 1,4 juta petani kakao di Indonesia melakukan transaksi senilai 700 juta dolar AS per tahunnya. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa mendigitalkan transaksi tersebut dapat membawa dampak baik bagi perekonomian Indonesia.
Sayangnya, sebagian besar para petani kakao di Indonesia masih mengandalkan uang tunai saat bertransaksi. Penggunaan uang tunai dapat menjadi keterbatasan yang signifikan dan menghambat potensi pertumbuhan sektor kakao, yang merupakan kontributor utama di bidang agrikultur Indonesia.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa para petani kakao di Indonesia sebagian besar masih mengandalkan uang tunai saat bertransaksi. Sayangnya, penggunaan uang tunai dapat menjadi keterbatasan yang signifikan dan menghambat potensi pertumbuhan sektor utama di bidang agrikultur Indonesia.
Sektor kakao di Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Pasifik dan terbesar ketiga secara global. Di dalam negeri, sektor ini memiliki peran penting dalam perekonomian nasional dengan kontribusi mencapai 700 juta dolar AS terhadap PDB per tahunnya. Sektor ini juga menjadi mata pencaharian yang sangat penting bagi masyarakat daerah, terutama di Sulawesi yang menyumbang 70 persen dari produksi kakao secara nasional. Selain itu, laporan ini menemukan bahwa hampir sepertiga petani kakao adalah perempuan.
"Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) memiliki tugas yang penting yaitu menjalankan 516 proyek inklusi keuangan di 38 provinsi. Berbagai inisiatif yang kami lakukan telah berhasil mengurangi kesenjangan indeks inklusi keuangan secara signifikan, dari 15 persen di tahun 2019 menjadi 4 persen di tahun 2022," ujar Dr. Bayu Bandono selaku Direktur OJK Institute, Rabu 8 Mei.
Dr. Bayu juga mendorong para stakeholder untuk bersama-sama menerima rekomendasi yang dihadirkan dalam laporan ini dan berfokus menerapkan inovasi yang dapat mempercepat penerapan pembayaran digital yang dapat menggerakkan pembangunan berkelanjutan dan inklusi keuangan.
Banyak perusahaan yang berkomitmen untuk meningkatkan efisiensi, sustainability, dan transparansi saat membeli pasokan kakao di Indonesia. Beberapa perusahaan global pun sedang mengupayakan agar 100 persen pasokan kakaonya sudah mendapat sertifikat sustainability pada tahun 2025.
Tak hanya perusahaan besar, komitmen ini juga mulai diterapkan oleh para pemasok kakao, dan saat ini 40 persen pemasok kakao di Indonesia sudah memiliki sertifikat sustainability. Menimbang hal tersebut, penerapan pembayaran digital bagi para pemasok kakao tentunya akan membawa potensi ekonomi yang cukup besar.
"Penerapan pembayaran digital dan mengintegrasikan transaksi ke sistem keuangan formal dapat memperluas inklusi keuangan bagi petani kakao, terutama bagi mereka yang perempuan, Hal ini dilakukan dalam rangka memperkenalkan produk tabungan, pinjaman, dan asuransi. Laporan ini mengajak pemerintah Indonesia, pengusaha kakao, dan penyedia layanan keuangan untuk bersama-sama membangun model bisnis yang layak untuk penerapan pembayaran digital, terutama di daerah terpencil," ujar Isvary Sivalingam, Southeast Asia Lead, UN-Based Better Than Cash Alliance.
Sayangnya, data terbaru menunjukkan bahwa adanya penurunan produksi kakao yang cukup besar selama sepuluh tahun terakhir di Indonesia. Perlu dilakukan investasi strategis untuk merevitalisasi sektor kakao ini.
Namun, para petani kecil menghadapi tantangan dalam mengatur pengeluaran dan kebutuhannya karena rendahnya pendapatan dan terbatasnya akses layanan keuangan. Berdasarkan survey, setiap hektar lahan perkebunan kakao membutuhkan biaya sebesar 45 dolar AS per tahunnya.
Untuk memulihkan sektor ini, para petani setidaknya memerlukan pinjaman tambahan yang lebih besar dan berjangka panjang sebesar $1.300 untuk setiap hektar lahan perkebunan. Dana ini dapat digunakan untuk membantu penanaman kembali serta peremajaan pohon maupun tanah.
"Petani kakao dan pelaku usaha lainnya dalam supply chain sektor ini menghadapi tantangan besar dalam mengakses modal untuk kebutuhan perkebunan. Menerapkan pembayaran digital untuk penjualan hasil panen dan pengumpulan data dapat membantu penyedia jasa keuangan melakukan proses credit-scoring yang lebih baik dan mengurangi risiko saat memberikan pinjaman kepada para petani. Selain itu, perusahaan yang berkomitmen untuk meningkatkan sustainability di sektor ini dapat ikut membantu memperluas inklusi keuangan bagi para petani dengan berbagi data," ujar Insan Syafaat, Executive Director, Partnership for Indonesia's Sustainable Agriculture (PISAgro).
Untuk mengoptimalkan peluang dalam digitalisasi pembayaran, diperlukan komitmen yang kuat dan kemitraan kreatif yang melibatkan para stakeholder yaitu petani, pedagang, perusahaan kakao, penyedia jasa keuangan (FSP), dan pemerintah.
SEE ALSO:
Rekomendasi yang diberikan antara lain adalah uji coba pembayaran digital di bidang pertanian melalui TPAKD, perluasan infrastruktur pembayaran digital berbiaya rendah melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) untuk membangun ekosistem last-mile penerimaan pembayaran digital, dan penyaluran dana secara digital seperti subsidi Kartu Tani.
Selain itu, ada penekanan pada prioritas digitalisasi pembayaran pembelian pertanian kepada pedagang dan petani di samping pencairan pembayaran premi. Hal ini juga menyerukan untuk memperjuangkan praktik berbagi data kolaboratif dengan FSP untuk memperluas layanan keuangan, khususnya kredit, kepada petani.
FSP didorong untuk memanfaatkan peluang dalam 'rantai pasokan bersertifikat' dan memanfaatkan kebutuhan likuiditas pedagang, sehingga meningkatkan transparansi arus keuangan dan mendorong pembayaran digital yang bertanggung jawab kepada petani.
Beberapa rekomendasi yang kami hadirkan adalah melakukan uji coba pembayaran digital di sektor agrikultur melalui TPAKD, memperluas infrastruktur pembayaran digital berbiaya rendah seperti QRIS untuk memperkuat ekosistem pembayaran digital di daerah tepencil, dan penyaluran dana subsidi secara digital melalui Kartu Tani. Selain itu, kami juga memprioritaskan digitalisasi pembayaran untuk para pedagang dan petani saat melakukan pembelian kebutuhan mereka.
Rekomendasi kami juga mencakup dukungan untuk melakukan collaborative data-sharing bersama dengan penyedia jasa keuangan untuk memperluas layanannya, terutama kredit usaha untuk para petani. Kami juga mengajak penyedia jasa keuangan untuk memanfaatkan peluang ini dengan menyediakan layanannya untuk pemasok yang ‘bersertifikat,' memenuhi kebutuhan likuiditas pedagang, dan meningkatkan transparansi arus keuangan serta mendorong penerapan pembayaran digital bagi petani kakao.