Bagikan:

JAKARTA - Bank sentral Myanmar membantah laporan PBB yang menyebutkan, pemerintah militer negara itu masih dapat mengakses uang dan senjata untuk perang melawan pasukan antikudeta, dengan mengatakan lembaga keuangan di bawah pengawasan bank mengikuti prosedur yang ditentukan.

Bank Sentral Myanmar "menyatakan keberatan keras kami terhadap laporan Pelapor Khusus PBB", katanya dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan di surat kabar junta pada akhir pekan.

"Laporan PBB sangat merugikan kepentingan warga sipil Myanmar dan hubungan antara Myanmar dan negara-negara lain," lanjutnya, melansir Reuters 1 Juli.

Bank sentral mengatakan, bank lokal dan internasional yang terlibat dalam transaksi dengan Myanmar telah menjalani langkah uji tuntas yang komprehensif untuk semua hubungan dan transaksi bisnis.

"Transaksi keuangan hanya untuk impor barang-barang penting dan kebutuhan pokok bagi warga sipil Myanmar, seperti obat-obatan dan perlengkapan medis, perlengkapan pertanian dan peternakan, pupuk, minyak goreng, dan bahan bakar," katanya.

Diberitakan sebelumnya, pelapor hak asasi manusia Myanmar Tom Andrews, melaporkan pada Rabu pekan lalu, negara itu masih mengimpor senjata senilai 253 juta dolar AS, teknologi penggunaan ganda, peralatan manufaktur dan bahan-bahan lainnya dalam 12 bulan terakhir hingga Maret, meskipun upaya internasional untuk mengisolasi junta tampaknya telah merusak kemampuannya untuk membeli peralatan militer.

Laporan itu mengatakan Myanmar mendapat bantuan dari bank-bank internasional, termasuk dari negara tetangga Asia Tenggara, Thailand, untuk pembeliannya.

Laporan itu juga mengatakan, ekspor dari Singapura telah anjlok menjadi sekitar 10 juta dolar AS dari sebelumnya lebih dari 110 juta dolar AS pada tahun 2022, tetapi perusahaan-perusahaan Thailand di Thailand sebagian menutupi kesenjangan tersebut, mentransfer senjata dan material senilai 120 juta dolar AS pada tahun 2023, dua kali lipat dari tahun sebelumnya.

Terpisah, Kementerian Luar Negeri Thailand mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Hari Kamis, lembaga perbankan dan keuangan negara itu mengikuti protokol seperti pusat keuangan utama lainnya, menambahkan pemerintah akan menyelidiki laporan pelapor PBB tersebut.

Menghadapi tantangan terbesarnya sejak kudeta tahun 2021 terhadap pemerintahan peraih Nobel Aung San Suu Kyi, militer Myanmar terjebak dalam berbagai konflik intensitas rendah dan berjuang untuk menstabilkan ekonomi yang sedang runtuh.

Negara-negara Barat telah memberlakukan berbagai sanksi keuangan terhadap militer Myanmar, bank dan bisnis terkait.