JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, pihaknya bakal memanggil manajamen PT Sepatu Bata Tbk (BATA) guna meminta penjelasan terkait penutupan pabrik di Purwakarta, Jawa Barat.
"Kami akan panggil industri alas kaki Bata dalam waktu dekat," ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif saat ditemui wartawan di kantor Kemenperin, Jakarta, Senin, 6 Mei.
Febri mengatakan, dalam pemanggilan tersebut, pihaknya bakal menyarankan agar pabrik Bata kembali diperkuat.
Dia menilai, kebijakan larangan terbatas (lartas) impor lewat Permendag Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan Atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor tidak mengganggu bisnis industri alas kaki.
"Kami sarankan perkuat lagi pabriknya di Indonesia. Kebijakan lartas itu untuk mendorong invetasi di sektor industri alas kaki yang kena lartas itu masuk. bangun pabrik di Indonesia, karena produk (sepatu impor), kan, dikendalikan," katanya.
Dari segi produk, Febri menilai komposisi sepatu merek Bata sebagian besar berada di sektor ritel dan diisi produk impor.
"Manufaktur Bata sendiri hanya sebagian kecil yang memproduksi sepatu. Itu pun bahan bakunya berasal dari impor," ucap dia.
Lebih lanjut, kata Febri, kondisi industri alas kaki secara umum dalam kondisi baik.
"Industri alas kaki bagus, kan. Kami sekarang juga sudah ada lartas produk alas kaki. Kami berharap, bahwa industri alas kaki bisa lari kencang setelah pemberlakuan lartas," tuturnya.
Sebelumnya, PT Sepatu Bata (BATA) resmi menutup operasional pabrik di Purwakarta, Jawa Barat, per 30 April 2024.
Corporate Secretary Sepatu Bata Hatta Tutuko menyebut, perusahaan menutup operasional karena merugi di tengah menurunnya permintaan.
"Dengan adanya keputusan ini, maka perseroan tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta," katanya seperti dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin, 6 Mei.
BACA JUGA:
Tutuko mengaku, BATA telah melakukan berbagai upaya selama empat tahun terakhir di tengah kerugian dan tantangan industri akibat pandemi COVID-19. Di sisi lain, perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat juga menjadi tantangan.
Alhasil, perusahaan harus menutup operasional pabrik di Purwakarta.
Meski begitu, kata Tutuko, BATA berkomitmen untuk memastikan kelancaran transisi bagi seluruh karyawan dan mitranya yang terkena dampak dari penutupan pabrik.
"Keputusan ini merupakan hal terbaik yang dapat diambil berdasarkan evaluasi menyeluruh dan kesepakatan pihak-pihak terkait," tuturnya.