JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati mendukung Asian Development Bank (ADB) untuk terus memobilisasi sumber daya guna mendukung negara-negara berkembang kepulauan kecil yang sangat rentan dan negara-negara yang rentan terkena dampak konflik di Asia dan Pasifik.
"Kami ingin mendesak ADB untuk terus memberikan dukungan kepada rekan-rekan kami di Pasifik, khususnya negara-negara kepulauan kecil yang sedang berkembang, yang memerlukan intervensi yang sangat penting dan efektif, serta negara-negara yang rentan terkena dampak konflik," kata Sri Mulyani di Tbilisi, Georgia, dikutip dari Antara, Senin 6 Mei.
Hal tersebut disampaikan Menkeu Sri Mulyani dalam Business Session Dewan Gubernur ADB yang merupakan bagian dari rangkaian Pertemuan Tahunan Ke-57 ADB yang diselenggarakan pada 2-5 Mei 2024.
Menurut Menkeu, ADB harus mempertimbangkan mobilisasi sumber daya melalui pembiayaan bersama dan meningkatkan program Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST).
Selain itu, Menkeu menuturkan Indonesia juga ingin mendukung ADB menyediakan pinjaman lunak (concessional resources) dan pendanaan campuran (blended finance), terutama bagi negara yang benar-benar berada dalam kebutuhan yang sangat spesifik di tengah situasi tingkat suku bunga global yang lebih tinggi untuk waktu yang lama.
Pada pertemuan tahunan ADB tersebut, ADB dan para donor termasuk Indonesia di dalamnya, menyetujui penambahan dana sebesar 5 miliar dolar AS untuk Dana Pembangunan Asia atau Asian Development Fund (ADF) 14 dan Technical Assistance Special Fund (TASF) 8 milik ADB.
Baca juga:
ADF 14 memprioritaskan bantuan khusus kepada negara-negara berkembang kepulauan kecil yang sangat rentan terutama terhadap perubahan iklim, dan kepada negara-negara yang berada dalam situasi rentan dan terkena dampak konflik.
Di sisi lain, Menkeu Sri Mulyani menyoroti bahwa dalam laporan laba rugi ADB 2022 dan 2023, terdapat peningkatan yang signifikan pada biaya pinjaman lebih dari 2,7 kali lipat dan juga pendapatan dari proyek serta treasury.
"Jadi ini adalah tahun fiskal dua yang sangat luar biasa, yang mungkin tidak akan terulang di masa depan. Setiap pendapatan dari ADB harus kembali disalurkan ke negara anggota, terutama bagi kelompok yang paling rentan," kata Menkeu Sri Mulyani.