Bagikan:

JAKARTA - Neraca perdagangan Indonesia pada bulan Maret 2024 kembali mengalami surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS, hal tersebut memperpanjang capaian surplus neraca perdagangan Indonesia secara berturut-turut selama 47 bulan sejak bulan Mei 2020.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menyampaikan nilai surplus neraca perdagangan pada Maret 2024 lebih tinggi 1,64 miliar dolar AS dibandingkan surplus neraca perdagangan pada bulan Februari 2024 dan lebih tinggi terhadap bulan yang sama di tahun 2023 yang tercatat sebesar 2,83 miliar dolar AS.

Febrio menjelaskan secara kumulatif, surplus neraca perdagangan Indonesia pada periode Januari sampai dengan Maret 2024 mencapai 7,31 miliar dolar AS.

“Capaian positif ini tentunya patut kita syukuri, di tengah ketidakpastian perekonomian global, berlanjutnya surplus neraca perdagangan Indonesia menunjukkan ketahanan ekonomi domestik yang sangat baik,” ujar Febrio dalam keterangannya, Selasa, 23 April.

Adapun, nilai ekspor Indonesia pada bulan Maret 2024 tercatat sebesar 22,43 miliar dolar AS, angka tersebut turun 4,19 persen (yoy). Namun, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, ekspor pada bulan Maret 2024 meningkat 16,40 persen (mtm).

Menurut Febrio hal tersebut sejalan dengan peningkatan harga komoditas ekspor global sepanjang bulan Maret, khususnya untuk komoditas batu bara dan logam mulia.

Febrio menyampaikan jika dilihat secara sektoral, penurunan ekspor terjadi pada industri pertambangan, sedangkan industri pengolahan dan sektor pertanian masih tumbuh cukup baik sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi di negara mitra utama seperti AS dan India.

Sementara itu, Tiongkok sebagai mitra utama dengan share 22,44 persen terhadap total ekspor Indonesia, mengalami pertumbuhan yang terhambat akibat krisis properti yang juga berdampak pada termoderasinya aktivitas perdagangan Indonesia dan Tiongkok.

Secara kumulatif, total ekspor pada periode Januari sampai dengan Maret 2024 tercatat mencapai 62,20 miliar dolar AS, turun 7,25 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 67,06 miliar dolar AS.

Sementara, impor Indonesia pada bulan Maret 2024 tercatat sebesar 17,96 miliar dolar AS atau turun 12,76 persen (yoy), didorong oleh menurunnya impor sektor nonmigas sebesar 16,72 persen (yoy) di tengah kenaikan impor sektor migas sebesar 10,34 persen (yoy).

Namun, Febrio menyampaikan jika dilihat dari sisi volume, impor pada bulan Maret 2024 masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,11 persen (yoy). Sementara jika berdasarkan golongan penggunaan barang, impor barang modal dan bahan baku penolong mengalami penurunan, sedangkan impor barang konsumsi meningkat seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat menjelang lebaran.

Secara kumulatif, total impor Indonesia pada periode Januari sampai dengan Maret 2024 tercatat mencapai 54,90 miliar dolar AS, turun sebesar 0,10 persen (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 54,95 miliar dolar AS.

Febrio menyampaikan ke depannya aktivitas ekonomi sepanjang tahun 2024 masih akan diwarnai beragam tantangan yang akan menghambat aktivitas perdagangan global seperti tensi geopolitik dan fragmentasi ekonomi yang akan berpengaruh terhadap global supply chain, tekanan nilai tukar dan sektor keuangan, serta perlambatan ekonomi Tiongkok sebagai negara mitra dagang utama Indonesia.

Sementara itu, menurut World Economic Outlook (WEO) yang terbit pada April 2024 proyeksi pertumbuhan global untuk tahun 2024 sebesar 3,2 persen, masih berada di bawah rata-rata tahunan historis (2000–2019) yang mencapai 3,8 persen.

Febrio menyampaikan pemerintah akan terus memantau dampak perlambatan ekonomi global dan kondisi geopolitik termasuk konflik Iran-Israel terhadap ekspor nasional.

"Pemerintah juga akan menyiapkan langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi SDA, peningkatan daya saing produk ekspor nasional, serta diversifikasi mitra dagang utama,” tutup Febrio.