Bagikan:

JAKARTA - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menerima mandat surat utang korporasi (obligasi korporasi) senilai Rp53,17 triliun selama Kuartal I-2024. Mandat tersebut diberikan oleh 48 penerbit.

Dari sisi nilai, Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo Suhindarto mengungkapkan, sektor perbankan tertinggi dengan sebanyak lima perusahaan berencana menerbitkan surat utang korporasi senilai Rp7,65 triliun.

Lalu, lima perusahaan sektor pertambangan dengan rencana penerbitan senilai Rp5,6 triliun, disusul empat perusahaan sektor konstruksi dengan rencana penerbitan senilai Rp4,5 triliun.

Kemudian, terdapat empat perusahaan sektor multifinance dengan rencana penerbitan senilai Rp4,5 triliun, disusul dua perusahaan sektor pembiayaan non multifinance dengan rencana penerbitan senilai Rp4,0 triliun.

Berdasarkan jenis surat utang, Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) obligasi tertinggi dengan nilai Rp21,67 triliun, disusul obligasi senilai Rp19,12 triliun, PUB sukuk senilai Rp8,23 triliun, Medium Term Note (MTN) senilai Rp2,53 triliun, dan sukuk Rp1,59 triliun.

Dari mandat yang masuk, ia menjelaskan Pefindo telah melakukan pemeringkatan terhadap 82,4 persen dari seluruh surat utang yang diterbitkan selama periode Januari-Maret 2024 tersebut.

​​​​​​“Tujuan penggunaan dana sebagian besar adalah untuk modal kerja sebesar 56,5 persen dan refinancing sebesar 31,2 persen,” ujar Suhindarto​​​​ mengutip Antara.

Berdasarkan institusi, perusahaan swasta (non BUMN) masih mendominasi dengan rencana penerbitan surat utang senilai Rp30,22 triliun, sedangkan BUMN dan anak perusahaan atau BUMD berencana melakukan penerbitan senilai Rp22,95 triliun.

Suhindarto menjelaskan bahwa prospek penerbitan surat utang korporasi di Indonesia cenderung akan positif pada tahun ini, didorong oleh berbagai faktor.

Berbagai faktor pendorong tersebut, di antaranya aktivitas sektor riil yang terjaga, kondisi ‘wait and see’ yang cenderung menurun, dan adaptasi strategi korporasi dalam menghadapi kondisi suku bunga yang higher for leonger.

Selain itu, katanya lagi, adanya kebutuhan refinancing tahun 2024 yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2023, fasilitas pembiayaan dari perbankan cenderung memiliki tenor pendek, serta adanya prospek penurunan suku bunga acuan pada semester II-2024.