Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji memastikan RI tidak memiliki kerja sama impor BBM dan crude dengan Iran menyusul konflik antara Iran dengan Isral yang muali memanas.

"Tidak ada (impor dari Iran). Walau kita jalin kerja sama dengan Iran tapi tidak mudah lakukan karena implementasinya sampai saat ini tidak ada," ujar Tutuka dalam webinar bertajuk "Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI", Senin, 15 April.

Tutuka menjelaskan, badan usaha migas milik RI, Pertamina paling banyak mengimpor BBM dari Singapura sebesar 56,58 persen dan Malaysia menduduki posisi kedua yakni sebesar 26,75 persen. Sedangkan LPG paling banyak diimpor dari Amerika Serikat sebesar 45 persen dan disusul oleh Uni Emirat Arab dan Qatar.

"Jadi di sini kita melihat ada negara yg bisa terlibat konflik ya, misal di LPG dengan Amerika yang berhubungan dengan impor LPG-nya. Untuk impor crude indonesia sebagian besar dari Saudi Arabia dan Nigeria. Jadi kalau dari Saudi Arabia tentunya berpengaruh ya," sambung Tutuka.

Terkait impor LPG yang berasal dari negara yang berhubungan dengan konflik, lanjut Tutuka, pihaknya bersama Pertamina tengah melakukan berbagai simulasi untuk mengantisipasi eskalasi konflik antara Iran dan Israel.

"Kalau terjadi eskalasi, kita antisipasinya kurang lebih kita mengidentifikasi sumber-sumber impor kita dibelokkan ke mana begitu. Dicarikan tempat lain. Itu yang penting," sambung Tutuka.

Dalam kesempatan yang sama Tutuka juga menyebut harga BBM masih belum mengalami perubahan hingga Juni 2024 meski bterjadi konflik di Timur Tengah. “Ya, harga BBM masih seperti itu (tidak berubah sampai Juni),” imbuh Tutuka.

Menurutnya saat ini pemerintah menunggu respon Israel terhadap serangan dari Iran. Sebelumnya, Iran telah menembak 300 rudal dan drone pada Sabtu malam waktu setempat ini merupakan pembalasan terbaru Iran pasca Israel melakukan serangan pada 1 April ke Kedutaan Iran di Suriah.