JAKARTA - Komisaris Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Muliaman D. Hadad mengharapkan ada kebangkitan baru industri keuangan syariah sepanjang periode 2022-2045.
“Kita berharap 2022-2032 menuju 2045 dengan berbagai macam dukungan kebijakan, tentu saja ada perkembangan yang melesat, yang kemudian kita sebut sebagai kebangkitan baru industri keuangan syariah,” ujarnya dalam Webinar Edukasi Keuangan Syariah: "Strategi Mengakselerasi Pangsa Pasar Keuangan Syariah” di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis 21 Maret.
Selama periode 1991 hingga 2011, lanjutnya, pertumbuhan kumulatif perbankan syariah di Indonesia begitu impresif yakni sebesar 49,7 persen, tetapi hanya 13,94 persen ketika memasuki era 2011 hingga 2022.
Euforia kebangkitan perbankan syariah pada periode pertama disebut menyebar hingga ke tingkat global. Namun, adanya berbagai dinamika ekonomi dunia saat era 2011-2022, beragam krisis terjadi, sehingga pertumbuhan ekonomi di setiap negara melambat seiring terdapat sejumlah bank-bank tingkat global menutup sayap bisnis syariah.
“Dulu ada Standard Chartered, HSBC, yang kemudian menjadi begitu terkenal pada tahun sebelum 2011, dan kemudian seperti mengalami pelambatan pada periode kedua, sehingga periode kedua itu sangat ditandai dengan periode yang melambat. Ada COVID-19, sehingga memang 2020-2022 tahun yang berat bagi semua pihak,” kata dia.
Karena itu, dia menginginkan ada loncatan pertumbuhan perbankan syariah pada periode ketiga, yakni 2022-2045. Harapan tersebut didasari berbagai peluang dari perbankan syariah untuk bertumbuh pascapandemi.
Pertama ialah terdapat peningkatan minat global terhadap ethical and sustainable finance yang sangat sejalan dengan keuangan syariah, seperti isu-isu ESG (Environmental, Social, and Governance) dan sustainability finance (keuangan berkelanjutan).
Peluang kedua ialah fokus yang terus meningkat terhadap social impact finance, lalu semakin banyak minat atas ekonomi halal, pertambahan penduduk muslim yang masuk ke dalam kategori kelas menengah, adanya dukungan konsisten dari regulator, perkembangan digital banking, promosi inklusi keuangan (promotion of financial inclusion), serta ekosistem islam melalui kolaborasi dan kemitraan.
“Ini peluang pada periode ketiga, periode yang memungkinkan kita bangkit kembali sesuai dengan siklus tahunan kalau saya lihat dari perkembangan data sejak berdirinya bank syariah pertama di Indonesia. Mudah-mudahan opportunity ini bisa kita manfaatkan sedemikian rupa, dan paling tidak opportunity membangkitkan optimisme, terutama dari pegiat ekonomi syariah dan regulator untuk melihat opportunity yang begitu besar, terutama tentu saja untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ungkap Muliaman.
BACA JUGA:
Di samping itu, terdapat sejumlah tantangan yang perlu dihadapi setiap regulator dan pemain industri perbankan syariah. Mulai dari keterbatasan kapasitas modal, aset, sumber daya manusia (SDM), infrastruktur jaringan, dan teknologi industri keuangan syariah.
Tantangan selanjutnya adalah persaingan ketat dengan perbankan konvensional dalam layanan dan produk yang ditawarkan, kemudian literasi masyarakat masih terbatas, dan pemanfaatan ekosistem keuangan syariah yang belum optimal karena pemangku kepentingan cenderung berjalan sendiri-sendiri.
“Saya akan kembali ke literasi sebagai masalah pokok, karena bagaimana kita bisa meng-expand kalau kemudian literasinya masih terbatas,” ucap dia.