JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menolak rencana Pemerintah mempermudah pembaruan izin usaha pertambangan PT Freeport Indonesia (PTFI) melalui revisi PP No.96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Mulyanto menilai revisi PP tersebut hanya akal-akalan pemerintah untuk mengamankan kepentingan pihak PTFI karena pembaruan izin tambangnya belum bisa diproses sesuai regulasi yang ada namun ingin segera diperpanjang.
"Saya mencurigai rencana revisi PP minerba ini untuk mengakomodasi permintaan PTFI yang kelihatan begitu bernafsu untuk bisa memperbarui izin usaha pertambangan mereka, meskipun waktunya tidak memenuhi regulasi yang ada," ujar Mulyanto dalam keterangannya kepada media, Senin 1 Maret.
Mulyanto menyebut ide melakukan revisi PP tersebut tidak elegan kalau hanya sekedar untuk mengamankan kepentingan PTFI atau sekedar kejar tayang di akhir masa Pemerintahan Presiden Jokowi.
Menurutnya hal iIni akan merusak tatanan sistem pengelolaan minerba nasional secara jangka panjang. Karena itu ia mendesak Komisi VII DPR RI menolak rencana ini dan memanggil Menteri ESDM Arifin Tasrif untuk mengkonfirmasi dan menjelaskan rasionalitas rencana tersebut.
Menurut Mulyanto tidak ada urgensi untuk buru-buru memberikan izin perpanjangan kepada PTFI apalagi dengan mengubah PP yang ada.
Untuk itu Mulyanto minta Jokowi untuk menyerahkan urusan perpanjangan izin Freeport kepada Pemerintahan yang akan datang agar lebih obyektif.
"Ini jadinya terkesan Pemerintah ngebet ingin kejar tayang di akhir masa jabatannya," sindir Mulyanto.
Mulyanto menambahkan hal penting yang perlu dilakukan justru adalah mengevaluasi kinerja PTFI ini sebelum mereka mengajukan pembaruan izin.
"PTFI tidak layak diberi perpanjangan izin karena kinerja selama ini kurang baik. Buktinya jadwal pembangunan smelter molor terus lebih dari delapan kali. Harusnya Pemerintah lebih berhati-hati memberikan perpanjangan izin bukan malah mempermudahnya," tandas Mulyanto.
BACA JUGA:
Menurut Mulyanto, UU Minerba yang baru mengamanatkan agar smelter PTFI harus sudah jadi bulan Juni 2023 dan sejak itu berlaku pelarangan ekspor konsentrat.
Tapi faktanya ekspor konsentrat tetap diizinkan sampai Desember 2023, bahkan ditambah 6 bulan lagi sampai Mei 2024.
"Ditengarai smelter PTFI ini juga belum optimal di bulan Mei 2024, sehingga perlu relaksasi ekspor konsentrat lagi. Masak Pemerintah menutup mata dengan kinerja belepotan seperti ini, bahkan rela mengubah PP untuk sekedar memberi karpet merah bagi PTFI memperpanjang izin tambang mereka. Ini kan kebangetan", tandas Mulyanto.