Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki bercerita bahwa Indonesia sulit menjadi negara maju dalam kurun waktu 40 tahun seperti halnya China. Dia menyebut, negeri tirai bambu itu butuh waktu 30 tahun untuk menjadi negara maju seperti sekarang ini.

Sementara, Indonesia sendiri selama 30 tahun masih terperangkap menjadi negara berpendapatan menengah.

Teten pun bertanya-tanya apakah mungkin Indonesia akan keluar dari perangkat tersebut dalam kurun waktu 10 tahun ke depan atau pada 2034.

"Indonesia sedang menyiapkan diri untuk menjadi negara maju pada 2045. Selain negara maju, lebih tepatnya negara berpendapatan tinggi. Artinya, kami dari yang sekarang 4.500 dolar AS per kapita ke 30.000 dolar AS per kapita. Kami sudah 30 tahun terperangkap menjadi negara berpendapatan menengah," ujar Teten dalam agenda Diskusi Forwakop terkait Peran UMKM dalam Hilirisasi Sektor Aquaculture dan Agriculture, Jumat, 8 Maret.

"Kira-kira kalau dari pengalaman China, China itu perlu 40 tahun menjadi negara maju. Kami sudah 30 tahun dan kira-kira bisa nggak, nih, dua kali Pilpres lagi," sambungnya.

Menurut Teten, untuk Indonesia bisa mengikuti langkah China itu berat. Pasalnya, kata dia, Indonesia mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama dari China untuk bisa menjadi negara maju.

"Bayangan saya berat ini, mungkin bisa lebih lama daripada China," kata dia.

Oleh karena itu, kata Teten, penciptaan lapangan kerja tidak bisa bergantung pada hadirnya investasi besar dan/atau kedatangan industri dari luar ke ke Indonesia terlebih dahulu. Tapi, bagaimana Indonesia bisa mengindustrialisasikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

"Bangsa yang gagal menjadi negara maju adalah bangsa yang tidak melakukan transformasi cara produksinya dari cara tradisional dengan produksi menggunakan teknologi. Oleh karena itu, hilirisasi ini berbicara tentang bagaimana kami bertransformasi menggunakan teknologi produksi yang modern," ucapnya.

"Kami membangun rumah-rumah produksi bersama untuk mentransformasi yang sederhana menjadi alat transformasi modern. Kami bangunkan pabrik-pabrik untuk mengolah sumber-sumber daya kami menjadi produksi jadi atau hilir. Kalau ini terus dilanjutkan, nanti bisa menghasilkan produk UMKM sekelas industri," tambah Teten.

Dengan transformasi teknologi produksi yang modern, Teten menyebut, nantinya UMKM Indonesia tidak hanya menjual kripik skala kecil saja, tetapi bisa membuat dan menjual kripik dengan brand-brand kemasan, seperti halnya produk buatan Amerika Serikat (AS) yang mendunia.

"UMKM tidak lagi menjual kripik skala kecil, tapi kami bisa membuat kripik dengan brand-brand kemasan, seperti produk Amerika yang ada kumisnya. Nggak apa-apa bikin keripik, tapi skalanya industri. Bukan kayak sekarang yang cuma 10-20 kg karena tidak ada pasokan bahan bakunya, terus masih iris-iris pakai tangan," tuturnya.

Lebih lanjut, Teten menuturkan, hingga saat ini mayoritas lapangan kerja di Tanah Air itu berasal dari UMKM. Akan tetapi, sebanyak 96 persen masih usaha mikro.

"Usaha mikro itu apa? Omsetnya di bawah Rp2 miliar, tidak produktif, skala ekonomi rumah tangga dan informal. Bisa enggK 10 tahun lagi ini diganti jadi pekerjaan yang lebih kuat, seperti di sektor industri dan sebagainya," ungkap dia.