Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah telah meneken revisi terkait Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS) Atap yang diteken oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 29 Januari yang lalu.

Asal tahu saja, Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2024 ini merupakan pengganti Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang IUPTL untuk Kepentingan Umum.

Adapun dalam aturan tersebut menghapus ekspor impor listrik seperti yang tercantum dalam 13 dalam Permen, yang berisikan bahwa kelebihan energi listrik dari sistem PLTS Atap yang masuk ke jaringan pemegang IUPTLU tidak diperhitungkan ke dalam penentuan jumlah tagihan listrik pelanggan PTLS atap.

Meski demikian, salah satu peraturan jual beli listrik kepada PLN masih bisa berlangsung.

Dalam beleid tersebut Pasal 47 tercantum bahwa bagi sistem PLTS Atap yang telah beroperasi dan terhubung ke jaringan pemegang IUPTLU, ekspor impor listrik dinyatakan tetap berlaku selama 10 tahun sejak mendapatkan persetujuan dari pemegang IUPTLU.

Selain itu, pelanggan PLTS Atap yang telah mendapatkan persetujuan dari pemegang IUPTLU namun belum beroperasi sebelum Permen ini berlaku, mekanisme perhitungan ekspor impor listrik dan ketentuan biaya kapasitasnya tetap berlaku selama 10 tahun sejak mendapatkan persetujuan dari pemegang IUPTLU.

Pasal 47 poin B dalam aturan tersebut berbunyi "Pelanggan PLTS Atap yang telah mendapatkan persetujuan dari pemegang IPTLU namun belum beroperasi sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, mekanisme perhitungan ekspor impor energi listrik dan ketentuan biaya kapasitasnya dinyatakan tetap berlaku selama 10 (sepuluh) tahun sejak mendapatkan perserujuan dari Pemegang IUPTLU.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, meskipun aturan terkait ekspor impor listrik telah ditiadakan pada beleid ini, ia memastikan masyarakat tetap akan mendapatkan insentif dari pemerintah.

"Kan tidak ada ekspor impor (listrik), tapi kita tetap ada insentifnya. Jadi konsumen yang pasang PLTS Atap itu tidak kena charge, kan ada biaya sandar dan sebagainya. Nah di dalam itu tidak ada, itu sebagai insentif," ujar Dadan kepada media yang dikutip Senin 26 Februari.

Dadan menyebut dalam beleid anyar tersebut juga akan menerapkan sistem kuota, mengingat PT PLN (Persero) harus menjamin kualitas listrik tetap andal untuk disalurkan kepada masyarakat dan industri.

"PLN juga punya keterbatasan dari sisi menerima listrik dari PLTS Atap. Misalnya sekarang mendung, padahal PLN menghitung ini ada listrik plts atap, di satu sisi harus menyediakan listrik yang harus siap salur, di sisi lain tetap harus menyalurkan listrik yang berkualitas," imbuh Dadan.

Sistem kuota tersebut termaktub dalam Pasal 7-11, dimana kuota pengembangan sistem PLTS Atap disusun oleh pemegang IUPTLU dengan mempertimbangkan arah kebijakan energi nasional, rencana dan realisasi rencana usaha penyediaan tenaga listrik, serta keandalan sistem tenaga listrik sesuai dengan ketentuan dalam aturan jaringan sistem tenaga listrik (grid code) pemegang IUPTLU untuk jangka waktu 5 tahun yang dirincikan per tahun.