Jepang Masuk Jurang Resesi, Menko Airlangga Ungkap Pemerintah RI Akan Siapkan Antisipasi
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara terkait masuknya perekonomian Jepang ke dalam jurang resesi. Pasalnya, Jepang merupakan salah satu negara mitra dagang utama Indonesia.

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Jepang menjadi negara tujuan ekspor terbesar ke 4 Indonesia. Pada Januari 2024, nilai ekspor Indonesia ke Jepang mencapai 1,46 miliar dollar AS atau setara sekitar Rp22,78 triliun.

Diketahui, Jepang telah melaporkan kontraksi selama dua kuartal berturut-turut. Perekonomian Jepang merosot 0,4 persen secara tahunan pada kuartal IV 2023 setelah melaporkan kontraksi 3,3 persen pada kuartal sebelumnya.

Selain itu, laporan PDB kuartal keempat Jepang jauh meleset dari perkiraan pertumbuhan 1,4 persen dalam jajak pendapat para ekonom Reuters. Secara kuartalan, PDB Jepang turun 0,1 persen dibandingkan dengan perkiraan kenaikan 0,3 persen dalam jajak pendapat Reuters.

Airlangga menyampaikan pemerintah telah melihat perkiraan kondisi perekonomian global saat ini dari prediksi lembaga termasuk dari Bank Dunia dan IMF. Oleh sebab itu, pemerintah akan mengantisipasi dampak pelemahan global.

"Jadi ya tentu kita antisipasinya jaga komoditas ekspor kita, jaga market luar, dan kemudian juga kita melihat bahwa ke depan kita harus buka pasar baru," kata Airlangga kepada awak media, Jumat 16 Februari 2024.

Airlangga menyampaikan salah satu langkahnya yaitu dengan keanggotaan di multilateral agency, termasuk OECD. Hal ini diharapkan dapat memberikan kepercayaan bagi Indonesia untuk memperluas ekonominya.

"Kita bahkan sedang mengkaji membuka market dengan The Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP). Beberapa negara yang diincar Kanada dan Amerika Latin bisa terbuka," tuturnya.

Airlangga menyampaikan langkah selanjutnya yaitu dengan menjaga daya beli masyarakat.

"Mesin konsumsi (RI) akan terus dijaga karena itu yang negara lain tidak punya, jadi kalau negara lain tidak punya, kita punya kan kita harus perkuat itu," ucapnya.

Menurut Airlangga kedua mesin konsumsi tersebut menjadi penting karena Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar dan merupakan sebagian besar generasi muda sehingga mesin konsumsi harus didorong productivity.